Kamis, 12 Mei 2011

SAR

Unsur dari SAR
Kegiatan SAR ada 4 unsur yang bisa dijadikan penentu ketrampilan yang dibutuhkan sebagai penunjang suksesnya tim SAR dalam melakukan operasi yaitu:
1. Locate: kemampuan untuk menentukan lokasi survivor (korban) hal ini memerlukan pengetahuan menangani data peristiwa , keadaan survivor, keadaan medan dan lainya
2. Reach: kemampuan untk mencapai survivor(korban) hal ini memerlukan ketrampilan mendaki gunung, rock climbing, cara hidup di alam bebas, peta kompas, membaca jejak dan lainya.
3. Stabilize: kemampuan untuk menenangkan / menentramkan survivor dalam hal ini mutlak diperlukan ketrampilan p3k, gawat darurat dan lainya.
4. Evacuate: ketrampilan membawa survivor(korban) hal ini memerlukan ketrampilan seperti halnya reach.
Sementara itu pengetahuan tentang komunikasi juga dibutuhkan agar setiap perkembangan operasi SAR bisa dilaporkan pada atasan.
Beberapa tahapan SAR:
Awerness stage (tahapan keragu – raguan),sadar bahwa keadaan darurat.
Initial action (tahapan kesiapan) mendapatkan informasi mengenai survivor (korban)
Planing stage (tahapan perencanaan) membuat rencana yang efektif dan koodinasi
Operation stage (Tahapan operasi) seluruh unit bertugas hingga selesai
Report stage (tahapan laporan) membuat laporan mengenai misi SAR
Pencarian pada operasi SAR:
Ada beberapa pola teknis pada pencarian
1. Track (t)
Orang yang dinyatakan hilang dan jalur perjalanan yang direncanakan akan dilewati merupakan satu – satunya informasi yang ada
Dianggap korban masih disekitar atau didekat garis rute
2. Pararel (p)
Daerah pencarian cukup luas, medan datar
Hanya mempunyai posisi duga
Sangat baik untuk pencarian berbentuk segitiga dan segiempat
3. Creeping (c)
Daerah pencarian sempit, panjang, daerah jurang, jadi pencarian akan naik turun jurang
4. Square (sq)
Biasa digunakan daerah datar,perhitungan posisi harus tepat, pembelokan diperhitungkan.
5. Sektor (s)
Lokasi diketahui, pencarian tidak luas,daerah pencarian berbentuk lingkaran.

6. Contour (c)
Digunakan dibukit – bukit
7. Barrier (b)
Digunakan hanya menunggu, mencegat dengan perhitungan yang pasti, tim SAR tidak dapat mendekati daerah tempat yang terkena musibah.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan pencarian
1. Ketepatan posisi korban.
2. Luas dan bentuk pencarian.
3. Jumlah dan jenis SRU yang tersedia.
4. Cuaca
5. Jarak SRU ke lokasi musibah.
6. Kemampuan alat bantu navigasi
7. Ukuran sukar mudahnya sasaran diketahui.
8. Probability of tection
9. Medan kejadian/ lokasi
10. Kualitas SMC dan OSC serta staf
11. Dukungan logistik


(sumber:hijau adventure gear)

tanda sumber air

Mamalia

Kebanyakan mamalia membutuhkan air secara teratur. Binatang pemakan rumput biasanya tidak pernah jauh dari air karena mereka butuh minum pada saat matahari terbit dan terbenam. Mengikuti jejak mereka bisa membawa anda ke sumber air. Binatang pemakan daging bukan indikasi air yang baik, karena mereka mendapatkan air kebanyakan dari mangsa mereka.

Burung

Pemakan benih seperti burung gereja dan burung merpati tidak pernah jauh dari air dan biasa minum pada saat matahari terbit dan terbenam. Ketika mereka terbang rendah dan lurus mereka biasanya menuju ke sumber air. Jika kembali dari sumber air, mereka terbang hingga dari satu pohon ke pohon lain untuk beristirahat. Burung yang hidup di kawasan air atau burung pemangsa tidak sering minum, maka bukan indikasi baik dari keberadaan air.

Serangga

Lebah biasanya indikasi yang baik. Mereka terbang paling jauh 6,5 km dari sarang mereka. Semut sangat tergantung kepada air. Sekelompok semut berbaris menuju pohon sangat mungkin pergi ke tempat ada air yang terperangkap dalam lubang di dpohon. Kebanyakan lalat tidak pernah jauh dari 90 meter dari air.

Reptil

Mereka mengumpulkan cairan dari embun dan mangsa mereka. Mereka bukan indikasi yang baik.

Manusia

Jejak biasanya mengarah kepada sumur, lubang, atau penampungan. Penampungan itu bisa jadi ditutupi oleh sesuatu untuk mencegah penguapan. Angkat penutupnya untuk mendapatkan air.

SUPLEMENT MAKANAN UNT KEGIATAN ALAM

SUPLEMENT MAKANAN UNT KEGIATAN ALAM

Rekan2 pendaki,

Seperti yang sama2 sudah ketahui bahwa dalam sebuah perjalanan (pendakian) unsur logistik (makanan) merupakan urusan yang bukan main2, banyak dari kita salah menafsirkan persiapan pengadaan perbekalan yang keliru dimana semata-mata hanya memperhatikan faktor2 yang sangat sederhana, padahal jenis kegiatan outdoor (apapun kegiatannya) akan sangat menguras energi fisik dengan efek yg tidak main2 pada psikologis akibat kelelahan yang amat sangat dan supply gizi yang tidak berimbang.

Biasanya kita hanya berfikir sederhana dengan pengadaan makanan yang sekedar murah, ringan, mudah dan langsung hangat untuk dilahap (apalagi bila dipengaruhi oleh suhu udara sekitar yang jauh lebih dingin dari keseharian kita, makanan panas2 langsung caplok ujung2nya lidah kebakar dan mati rasa)

Bangsa kita sudah sangat akrab dengan bekal mie instant yang sehari-hari mudah ditemukan disegala tempat, murah untuk dibeli dan ringan. Apalagi untuk rekan2 mahasiswa yg terpaksa harus nge-kos dan terpisah jauh dari sanak keluarga jenis makanan ini sudah menjadi saudara dekat demi mengejar cita-citanya.Dan kalau kita coba lakukan penggeledahan pada setiap barang bawaan para pendaki bisa dipastikan makanan ini akan ditemukan. Padahal asal tahu saja jenis makanan ini seharusnya justru sebisa mungkin untuk dijauhi dalam kuantitas mengkonsumsinya, mengapa? Karena mie memiliki lapisan lilin agar tidak saling lengket dan tubuh akan sangat sulit mencernanya, dalam sebuah penelitian diketahui bahwa tubuh membutuhkan setidaknya 2-3 hari untuk mengurai lilin2 tersebut dan itupun tidak semuanya bersih terurai bahkan sebagian bisa menjadi potensi bibit kanker.

Makanya sering kali kalo kita habis makan mie maka akan terasa ngantuk banget kan..? itu akibat pencernaan yang harus bekerja keras mengolah dan secara reflek tubuh menyesuaikan dengan mengistirahatkan kerja syaraf2 motorik, tapi yang ada dari kita justru terpaksa geber karena harus summit attack (biasanya mie dikonsumsi pada saat menjelang pendakian puncak demi praktis dan hemat waktu)

Ini baru mie-nya, belum lagi zat-zat lain yang terkandung dalam bumbu penyedapnya… aah sudahlah nanti jadi kepanjangan nih, intinya bukannya nggak boleh makan mie tapi sebaiknya kasih jarak waktu untuk mengkonsumsi mie setidaknya 3 hari sekali. Kalo mau perutnya bisa tetap normal.

Sebenarnya kalau mau agak repot sedikit ada banyak kok alternatif makanan lain yang lebih bermanfaat dan gak harus mahal, sebelum lebih jauh mengenai pilihan menu yang bisa disajikan kita coba deh untuk cari tau bahan2 apa saja yang sebenarnya dibutuhkan untuk kebutuhan suplai tenaga kita.

Karbohidrat

Ini adalah bahan bakar utama tubuh kita, sebagai orang timur untuk keseharian kita mendapatkannya dari nasi yang kita makan sehari-hari. Tapi mungkin sebagian besar dari kita akan merasa ribet banget kalau harus nanak nasi diketinggian lebih dari 1500 dpl dan ditengah hutan lebat, walaupun bisalah dengan cara diliwet atau bikin nasi tim tapi konsekwensinya adalah sabar dan waktu. Belum lagi kalau harus bersihin kerak nasinya (gak masalah sih kalo ada yang doyan buat cemilan).

Sebenarnya ada bahan lain yang bisa dijadikan penggantinya seperti; kentang, umbi-umbian atau jagung. Biasanya saya memanfaatkan yang telah berbentuk tepung sehingga hanya butuh hitungan menit untuk memasaknya dengan campuran sedikit air. Contoh pada suatu perjalanan saya berbekal tepung beras dan umbi kentang sebagai pilihan makanan utama.

    * Pada hari pertama saya masak tepung beras dengan campuran sedikit daun pandan dan garam (inget bubur sumsum kan..?) sebagai teman makannya saya tambahkan kuah kaldu yang sudah dibungkus plastik rapat dari rumah dan tinggal dihangatkan, hmmm.. sensasinya beda. Mau tambah seru lagi..? biasanya saya buat soup yang bumbu dasarnya sudah saya buat didapur rumah, atau lauk pauk yg sudah setengah matang dan tinggal digoreng (dijamin bikin ngiler orang lain kalo dingin2 terciup harumnya ayam goreng hehehe..) intinya saya usahakan bahan2 dari alam tanpa pengawet dan sudah diracik dari rumah dulu biar praktis trus tinggal masukin ke toples bekas selai. Ini biasanya untuk menu makan siang atau malam lho jadi tergantung selera tapi untuk sarapan pagi biasanya saya makan dengan campuran gula merah cair saja.

    * Pada hari berikutnya saya rebus kentang, setelah matang saya kupas kulitnya lalu tinggal dihaluskan. Dimakan bersama tumisan daging cincang, daun bawang, seledri dan macaroni. Dagingnya bisa apa aja tuh bisa ayam, sapi atau jerapah (lho.?). bisa juga diberi variasi dengan telor ceplok dengan daging bacoon.. wiiih..

Protein

Dibutuhkan oleh tubuh kita untuk menggantikan sel-sel tubuh yang rusak atau memang yang secara periodik harus tergantikan. Untuk aktivitas luar ruang yang mana fisik kita harus dituntut untuk berhubungan langsung dengan faktor cuaca seperti suhu udara, sinar matahari dan kelembaban sangat menyiksa lapisan kulit.

Pada udara dingin dan kering akan mengakibatkan kulit kita harus bekerja keras dengan melepaskan sel-selnya sehingga kita akan lihat berupa kulit bersisik.

Unsur protein bisa kita dapatkan pada lauk makan dalam bentuk nabati dan hewani, untuk nabati kita bisa dapatkan dari tempe, tahu atau kacang2an dan ikan, daging atau telur dari hewani. Masih banyak lagi sumber pangan yang bisa banyak menyumbang protein.

Gula

Bahan makanan yang cepat dan mudah diserap tubuh untuk pembakaran sehingga pada kondisi fisik yang kritis sebaiknya diusahakan untuk segera diberikan dengan dosis yang layak.

Sebagai bagian dari daftar logistik gula bisa siapkan dalam bentuk; permen/coklat, minuman, kue ataupun produk siap santap lainnya.

Berhati-hati dengan takaran konsumsi bagi orang yang berpotensi atau pengidap diabetes, agar tidak mengakibatkan serangan kearah yang lebih serius.

Ini hanya sebagian gambaran bahwa kegiatan alam bebas itu harus diisi dengan kesenangan dan salah satunya kesenangan dari makanan yang kita konsumsi. Kalau kita liat orang barat punya pola masakan yg cenderung cocok untuk kegiatan ini (ada yg sudah coba untuk pilih makan salad digunung..?), para cowboy yg harus nomaden benar2 harus bisa menyediakan menu makanan yg imbang (bahkan kebiasaan makan steak mereka sampe bikin kita ketagihan tuh), para ranger dipegunungan alpen juga jago banget bikin aneka soup jadi siapa bilang urusan masak adalah urusan gender..?? justru sebenarnya para “pejantan tangguh” punya selera yg lebih sensitif, makanya coba aja lian direstoran, hotel dan kapal pesiar pasti chef-nya cowok, cuma buat kita2 biasanya bermasalah pada perasaan malas.

Memasak adalah sebuah hobby/kesenangan juga dan akan lebih asyik bila dua kesenangan digabungkan. Hal ini terbukti ketika saya berkunjung ke situ patenggang dan berkemah disana dengan istri dan anak yang baru berumur 2 tahun, karena rencana berkemah dekat danau maka tidak lupa peralatan pancing juga saya bawa.

Karena gak jago2 amat untuk urusan mancing akhirnya ya cuma dapat 3 ekor sepat dan 2 mujair, tapi inilah menu utama kami untuk dinner.. hehe.. akhirnya ikan digoreng dan disantap dengan kangkung bumbu rujak plus tempe goreng.. wuiih benar2 sensasi yg luar biasa, kita santap malam dipinggir danau diterangi bulan cerah yg lagi purnama penuh (biasanya saya liat tanggalan arab atau jawa untuk menentukannya). Nuansa yang hanya bisa ditemui oleh kita2 yg punya jiwa berani untuk lebih dekat dengan hasil ciptaan Nya.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/05/01/suplement-makanan-unt-kegiatan-alam/

Rabu, 11 Mei 2011

peralatan penting dalam kegiatan alam bebas

10+(sepuluh plus) poin peralatan yang penting
Selalu membawa 10 peralatan penting ini dan juga selalu mengeceknya apakah semuanya bisa berfungsi dengan baik, jika seandainya anda berencana untuk bermalam di alam bebas.
1. Pakaian cadangan (synthetic atau wool)
2. Peta (dalam kantong waterproof)
3. Air minum dan makanan ekstra
4. Kompas
5. Plastik atau waterproof sheet untuk shelter
6. First aid kit atau P3K
7. Pisau lipat multi fungsi
8. Sunscreen dan sunglasses
9. Lighter atau korek api
10.Headlamp atau flashlight dengan extra battery serta bola lampu cadangan.

Etika perjalanan di alam bebas.
1. Rencanakan dan persiapan seawal mungkin
2. Hindari mendirikan tenda di area yang tidak stabil/mengandung bahaya
3. Buanglah sampah secara benar
4. Biarkan semua yang dijumpai sebagaimana adanya dan jangan merubahnya
5. Minimalkan impact dari api unggun
6. Respect terhadap kehidupan liar alam bebas
7. Saling tengang rasa dengan sesama individu penggiat alam bebas lainnya.

Sebelum Meninggalkan Rumah
Yakinkan diri anda bahwa semua peralatan, pakaian dan makanan yang anda butuhkan pada perjalanan nanti sudah anda punyai semua. Gunakan check list untuk lebih meyakinkan anda untuk tidak melupakan sesuatu. Sebelum berangkat, beritahukan kepada keluarga, teman dekat anda rencana perjalanan anda secara tertulis. Pada rencana ini harus termasuk:
1. Rencana keberangkatan anda
2. Nama, alamat dan nomer telpon dari seluruh teman seperjalanan anda
3. Kondisi kesehatan
4. Kendaraan atau transportasi yang dipakai
5. Rencana rute perjalanan anda (termasuk rencana camp sites)
6. Rencana akhir dari perjalanan anda serta kapan anda akan kembali.

Setuju dengan prosedur untuk menghubungi yang berwajib jika anda menghubungi pada waktu yang ditentukan. Jika anda membawa kendaraan sendiri, tinggalkanlah copy dari rencana perjalanan anda dalam kendaraan anda. Jika anda merubah rencana perjalanan, jangan lupa untuk memberitahukan keluarga atau teman dekat anda tersebut dan berikan rencana baru perjalanan anda.
Saat diperjalanan di alam bebas, jika anda baru dengan daerah tersebut, checklah peta anda secara regular, walaupun anda berjalan pada jalan setapak yang jelas. Biasakan diri anda untuk mencocokan tanda di peta dengan kondisi bentangan medan perjalanan anda. Jaga group anda agar selalu bersama. Jika terpencar-pencar dalam perjalanan akan memungkinkan kesasar pada persimpangan jalan setapak. Dan jika anda kesasar, ingatlah kata kunci yaitu, STOP (Stop, Think, Observe, Plan)


Stop:
Jika anda merasa tersasar atau salah jalan, berhentilah, berhitunglah secara perlahan hingga10 (ini akan membuat tenang), minumlah sedikit air, makanlah sedikit snack dan perhatikan situasi atau keadaan disekitar anda. Petualang alam bebas hendaklah kuat, tabah dan bisa menguasai diri saat dia merasa bahwa dia sedang kesasar atau salah jalan.

Think:
Cobalah berpikirdan ingat, dimana dan kapan dengan yakin lokasi terakhir anda, dan bisakah anda bernavigasi kembali ke lokasi terakhir anda di peta? jikabisa, kembalilah pada titik tersebut dengan hati-hati dan selalu evaluasi pilihan anda.

Observe:
Bisakah anda untuk kembali dan mengenali jalan setapak yang telah ditempuh atau lokasinya? Jika tidak, tetaplah pada posisi anda. Lebih mudah bagi tim SAR untuk menemukan anda pada lokasi original, jalan atau daerah anda kehilangan arah.

Plan:
Jika anda bersama anggota perjalanan lainnya, diskusikanlah sebuah rencana. Jika anda sendirian, rencanakanlah cara untuk kembali atau bertahan dengan teknik survival yang anda ketahui. Jika saat melaksanakan rencana anda ada perubahan pada situasi, gunakanlah point "STOP" kembali untuk mendapatkan solusinya.

Bawalah selalu peluit dan tempatkan pada posisi yang gampang untuk diraih. Suara peluit lebih nyaring dan panjang jika dibandingkan dengan suara anda. Tiga kali tiupan kencang peluit merupakan signal universal untuk permintaan bantuan pertolongan.

Handpones untuk pertolongan
Sebagian gunung dan daerah terpencil di indonesia masih bisa dijangkau dengan handphones. Jika anda mempunyainya bisa dipakai untuk menhubungi yang berwajib,




jelaskan dengan jelas posisi dan rute perjalanan anda dengan sejelas mungkin. Minta
pertolongan, dan tetaplah ditempat. Mulailah perjalanan anda dengan keadaaan battery handphones yang terisi penuh jika bisa bawalah battery cadangan dan perlakukan
handpones sebagai emergency equipment.

Jika anda berhasil meminta bantuan pertolongan, kadang akan memakan waktu bagi tim SAR untuk mencapai posisi anda. Gunakanlah 10+ peralatan penting anda. Serta posisi anda harus bebas dari pepohonan sehingga bisa terlihat dari udara. Jika anda mendirikan tenda/bivak atau perlindungan, usahakan jauh dari aliran air (sungai/air terjun) yang mungkin akan menyebabkan suara panggilan dari tim SAR tidak akan terdengar oleh anda.

Hydrasi - Minumlah air..!!
Dehydrasi akan menyebabkan hilangnya cairan tubuh. Kebanyakan dari pada orang yang terkena dehydrasi di sebabkan oleh oleh panas yang berlebihan sebagai akibat dari kegiatan yang berlebihan, (jangan banyak bergerak). Tapi muntah atau diare juga bisa menyebabkan orang jadi lekas tersinggung. Dehydrasi adalah keadaan yang serius dan perlu segera mendapatkan perhatian yang serius. Minumlah air sebelum anda merasa haus. Tubuh anda sudah membutuhkan air sebelum rasa haus mulai menyerang. Orang yang terkena dehydrasi harus diberi minum setidaknya beberapa teguk setiap 10 sampai 15 menit. walaupun dia tidak merasa haus.

Temperature yang ekstrem
Hypothermia adalah menurunan yang sinifikan pada temperatur tubuh yang disebabkan oleh tubuh menhadapi suhu yang dingin secara berkepanjangan atau tiba-tiba. Kondisi yang mengancam keselamatan jiwa ini merupakan ancaman yang biasanya akan dihadapi oleh setiap pendaki gunung, terlebih lagi bagi mereka yang tidak begitu kenal dengan gejala-gejalanya. Seseorang bisa terserang hyporthermia bahkan ditemperatur sedang sekalipun. Angin dan kelembaban bisa menyebabkan hyporthermia menyerang dengan cepat. Gejalanya adalah menggigil, meracau (berguman yang tidak jelas), dan tidak ada kontrol diri. Untuk menghindari hyporthermia, tetap hangat, kering dan hydrasi yang baik.

Panas yang melelahkan.
Keluhan yang disebabkan oleh kelelahan karena panas, biasanya ditandai dengan perut keram, teramat haus dan tiba-tiba merasa sangat lelah. Keadaan ini akan bertambah parah ditandai dengan gejala keringat yang luar biasa, rasa pusing serta sakit kepala,
rasa mual dan detak jantung yang berlebihan. keadaan yang paling parah, dikenal dengan Heat Stroke adalah merupakan jenis yang paling parah dari pada penyakit yang disebabkan oleh panas. Ini merupakan kondisi yang sangat serius yang mencakup pada berhentinya secara total sistim kontrol panas tubuh. Heat Stroke ini bisa berakibat fatal. Jika situasi sangat serius, baringkanlah penderita dengan kaki lebih tinggi dari kepala untuk menjaga agar darah tetap mengalir ke otak. Letakan apa saja yang dingin di beberapa tempat seperti: Ketiak, lipatan paha, leher. Letakan bandanna basah diatas
dahinya dan berikan udara sejuk dengan cara mengipas penderita.

Safety point yang dibahas diatas merupakan sebahagian besar dari general outdoor safety prosedur



(sumber:hijau adventure gear)

Penyakit2 kegiatan Outdoor

Penyakit2 kegiatan Outdoor

Ada beberapa gejala / penyakit yg kerap melanda para penggiat alam maupun para penggiat kegiatan outdoor, disini saya coba untuk menjelaskan beberapa diantaranya :

HIGH ALTITUDE
Di ketinggian kita akan mengalami penurunan tekanan barometrik (tekanan udara). Oksigen menyumbang sekitar 21 % terhadap tekanan ini, artinya semakin kita naik maka semakin sedikit oksigen yang didapat. Ini penyebab utama masalah seperti hypoxia. Tapi dengan naik secara perlahan-lahan, tubuh kita bisa menyesuaikan dengan tipisnya
udara, istilahnya adalah ‘aklimatisasi’.
Perubahan fisiologis dalam respirasi, sirkulasi, darah dan lapisan tubuh meningkatkan pengiriman oksigen dalam tubuh sehingga tubuh lebih mampu mengatasi masalah kurangnya oksigen. Aklimatisasi sendiri tergantung kepada kecepatan mendaki, tingkat stress dan fisiologis individual.
Kemampuan individu beraklimatisasi berbeda-beda, ada yang cepat menyesuaikan diri, ada yg lama, bahkan ada yang tidak bisa sama sekali. Orang yang biasa tinggal di ketinggian cenderung lebih mudah beraklimatisasi, contohnya para sherpa di Himalaya.
RESPIRATORY CHANGES
Saat naik, kecepatan bernafas kita akan bertambah pula. Ini bisa dimulai sejak ketinggian 1500M. Istilahnya adalah Hypoxic Ventilatory Response (HVR). HVR bervariasi dalam tiap orang dan dipengaruhi oleh stimulan (misalnya kafein dan coca), serta depresan (misalnya alkohol dan antihistamin). Kebugaran fisik tampak tidak berpengaruh terhadap
HVR. Tingkat HVR yang baik akan meningkatkan aklimatisasi, HVR yang jelek akan memudahkan terkena penyakit ketinggian.
Karena kecepatan nafas bertambah, semakin banyak oksigen yang dihirup. Tapi kita juga akan semakin banyak mengeluarkan karbon dioksida sehingga terjadi perubahan kimiawi dalam tubuh. Dalam waktu 24 sampai 48 jam, ginjal berusaha menyelaraskan dengan perubahan kimiawi tersebut dengan mengeluarkan bikarbonat (artinya kita akan
semakin banyak buang air kecil selama aklimatisasi). Proses ini bisa dipercepat kalau memakan obat bernama Acetazolimide/Diamox.

CIRCULATORY CHANGES
Ketinggian akan membuat tubuh stress. Sebagai respon, hormon stress akan dilepaskan ke dalam darah. Akibatnya muncul peningkatan ringan pada tekanan darah dan detak jantung. Semakin lama di ketinggian, detak jantung kembali ke tingkat normal. Tapi detak jantung maksimum tetap akan menurun.
Volume plasma darah juga menurun karena banyaknya kita buang air kecil. Penurunan ini bisa mencapai angka 15 % dalam tiga hari pertama aklimatisasi. Jadi sangat penting untuk minum banyak air sehingga tidak terjadi dehidrasi.
Pulmonary vessel juga akan menyempit selama berada di ketinggian. Dampaknya terjadi tekanan pada arteri pulmonary dan menjadi satu faktor timbulnya penyakit pulmonary edema (cairan bocor ke paru-paru).

sumber :

http://catros.wordpress.com/2007/07/24/penyakit2-kegiatan-outdoor-01/
http://catros.wordpress.com/2007/07/24/penyakit2-kegiatan-outdoor-02/
http://catros.wordpress.com/2007/07/24/penyakit2-kegiatan-outdoor-03/
http://catros.wordpress.com/2007/07/24/penyakit2-kegiatan-outdoor-04/
http://catros.wordpress.com/2007/07/24/penyakit2-kegiatan-outdoor-05/

Pendakian Gunung 8.000 Meter Tanpa Tabung Oksigen

Pendakian Gunung 8.000 Meter Tanpa Tabung Oksigen

Reinhold Messner adalah Fenomena

Memuncaki Everest tanpa doping oksigen adalah prestasi lain. Hanya ada segelintir orang yang sanggup melakoni petualangan berisiko tinggi itu. Tipisnya kadar oksigen menyebabkan para pendaki terpaksa mengandalkan bantuan tabung oksigen untuk menggapai puncak. Mereka khawatir dengan gangguan kesehatan yang muncul bila nekat tak memakai tambahan oksigen.

Salah satu kunci kesuksesan Sir Edmund Hillary meraih titik tertinggi dunia: 8.848 meter (29,035 feet) bersama Tenzing Norgay adalah bantuan tabung oksigen. Sejak awal, tim ekspedisi ini tak mengharamkan pemakaian bantuan doping itu. Sebab pada ekspedisi yang digelar pada 13 April – 3 Juni 1953 memang bertujuan untuk mengantar orang pertama yang memuncaki Everest. Sebelumnya, beragam ekspedisi sudah digelar namun selalu berujung dengan kegagalan.

Pendakian gunung tinggi dunia – terutama di atas 8.000 meter – tanpa bantuan tabung oksigen sempat menjadi kontroversi. Usaha pertama mencapai puncak Everest tanpa doping tabung oksigen sudah dimulai George Mallory. Pendaki Inggris ini menolak memakai tabung oksigen saat melakoni ekpedisi kedua tim Inggris pada April – Juni 1922. Ekspedisi ini gagal mengantarkan para pendaki meraih puncak. Tanpa oksigen, Mallory sanggup mencapai ketinggian 27.000 feet sedang rekannya yang memakai tabung oksigen hanya meraih 300 feet di atas Mallory.
Mallory merasa aneh saat mendaki Everest dengan bantuan tabung oksigen – meski dengan doping itu ia mendapat sejumlah keuntungan. Kadar oksigen yang tipis dapat mengganggu kinerja otak sampai menimbulkan halusinasi. Sayang, Mallory tak berumur panjang. Pada ekspedisi tim Inggris ke Everest yang ketiga kalinya, Mallory ditemukan tewas bersama Andrew Irvine. Jenazah kedua pendaki itu ditemukan di dekat puncak pada 8 Juni 1924.

Pendakian Kilat
Era tujuh puluhan, wacana pendakian gunung tinggi tanpa oksigen kembali mengemuka. Beberapa pendaki menyatakan pendakian dapat dibilang sukses bila titik tertinggi itu diraih tanpa bantuan oksigen. Gaya pendakian tanpa oksigen dilontarkan dua pendaki anyar – pada saat itu: Reinhold Messner dan Peter Habeler.
Mereka begitu bersemangat membuktikan, jiwa olahraga dunia pendakian akan lebih terasa bila dijalani tanpa harus mengandalkan tabung oksigen yang digendong di punggung.

Tahun 1974, Messner dan Habeler memanjat dinding utara (North Face) Eiger, Prancis hanya dalam waktu 10 jam. Keduanya berpendapat, kecepatan pendakian berbanding lurus dengan keselamatan diri. Pendakian kilat itu dapat mengurangi ancaman longsor salju (avalanche) dan kemungkinan ditimpa cuaca buruk. Walhasil, perlengkapan pendakian dihitung dengan amat cermat, sebagai usaha mengurangi beban.
Sukses pemanjatan Eiger makin menambah semangat mereka. Messner dan Habeler terus memacu program latihan yang bertujuan akhir: mengantarkan dua manusia tanpa oksigen dalam pendakian gunung 8.000 meter pada 1975. Latihan yang begitu berat ternyata tak sia-sia.
Pasangan pendaki legendaris itu memilih Gasherbum I/Hidden Peak (8.068 meter/ 26.470 feet) di Pakistan. Dalam rangkaian 14 gunung tinggi dunia, gunung ini berada di urutan ke sebelas – berdasarkan tinggi puncaknya. Pemuncak pertama adalah Andrew Kaufman dan P. Schoening pada 1958.
Dengan hanya membawa 12 porter untuk mencapai kemah induk (base camp), Messner dan Habeler sukses menggapai puncak tanpa bantuan oksigen. Hebatnya lagi, mereka pun sukses membuka jalur baru: rute barat laut (northwest route). Dan ingat, rute baru ini bukan cuma untuk jalan naik tetapi juga sekaligus jalur turun.Sejarah Baru
Usai pendakian itu, duet handal itu seperti tak sabar menyiapkan petualangan berikutnya. Tekad pun sudah terkepal di tangan: puncak Everest harus dapat ditembus tanpa bantuan oksigen.
Sejarah itu terjadi pada Mei 1978. Messner dan Habeler mendaki puncak lewat South Col. Mereka mendaki tanpa membawa tenda dan tentu saja, tanpa tabung oksigen. Tantangan alam yang amat berat, mampu dilewati. Selain latihan yang serius, keduanya punya ikatan yang kuat sebagai tim pendaki. Tanpa berbicara, mereka terus mendaki menuju puncak. Kadang-kadang, mereka saling berpandangan, melihat badan dan pikiran masing-masing.
Sebelumnya, Habeler sempat khawatir dengan serangan oksigen tipis di ketinggian yang dapat berakibat kerusakan otak dan kehilangan memori. Namun, dia dan Messner akhirnya mampu mencapai puncak. Habeler mengaku sangat letih secara fisik, namun hasrat memuncak yang begitu tinggi mampu mengalahkan segala. Karena takut terkena kerusakan otak, Habeler turun ke South Col hanya dalam waktu satu jam saja. Ia meluncur dengan kapak esnya.
Kisah petualangan pria kelahiran desa Villnos, Italia Selatan 17 September 1944 tak berhenti sampai di situ. Pada tahun yang sama, Messner meraih puncak Nanga Parbat (8.125 meter/26.660 feet) tanpa bekal tabung oksigen. Bagi para pelaku pendakian gunung, prestasi itu seolah tenggelam. Mereka justru penasaran dengan pendakian solo Messner dalam usaha mencapai puncak gunung yang ada di wilayah Pakistan itu. Ia mencapai puncak nomor sembilan hanya dalam waktu 12 hari.
Merasa dicuekin, dua tahun kemudian Messner kembali menciptakan sensasi. Pada 18-21 Agustus 1980, Messner sukses membuat rekor di Everest: mendaki solo dan tanpa tabung oksigen. Ia mulai mendaki sendiri dari advanced base camp di sisi utara.
Pada hari ketiga – dengan diliputi keletihan, Messner mampu berdiri di titik 8.848 meter itu. Meraih puncak seorang diri, Messner pun terduduk dan menangis. Hanya itu yang dapat dilakukannya. Saat tiba di kemah, Messner berucap terbata-bata, ”Saya tak dapat mengulanginya lagi. Saya telah mencapai batas kemampuan saya. Dan saya merasa bahagia.”
Rekor Messner tak berhenti sampai di situ. Pada 17 Oktober 1986, bersama Hans Kamerlander, Messner menerima suguhan secangkir kopi panas di kemah induk Lhotse (8.516 meter). Inilah sambutan yang diberikan kawan-kawan pendaki seusai menjejak puncak nomor empat dunia itu. Sekaligus menobatkan Messner sebagai orang pertama di muka bumi yang sanggup berdiri di 14 puncak dunia.
Usaha mencapai 14 puncak itu dilakoni Messner selama 16 tahun (1970 – 1986). Ketika menyelesaikan Lhotse usianya sudah mencapai 42 tahun. Dan ia terus memproduksi rekor-rekor baru dalam petualangan. Pada perayaan 50 tahun Everest diraih Hillary dan Norgay, Messner sempat hadir bersama sang istri. Reinhold Messner memang fenomena dalam kisah petualangan dunia.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/06/19/pendakian-gunung-8000-meter-tanpa-tabung-oksigen-2/

Pendaki Buta yang menaklukan 7 Puncak Dunia

Pendaki Buta yang menaklukan 7 Puncak Dunia

Sudah banyak memang orang yang menaklukan 7 Puncak Dunia,tapi hanya 1 orang yang menaklukan Gunung-gunung tertinggi di dunia dengan kekurangan pada fisiknya,dia adalah Erik Weihenmayer,lahir pada 23 September 1968 di Hongkong.Dia adalah orang buta pertama yang mencapai puncak Gunung Everest pada tahun 2001,dan dia menyelesaikan 7 Puncak Dunia pada tahun 2002.
Erik Weihenmayer terlahir dengan keadaan normal,pada usia 3 tahun dia menderita penyakit mata langka Retinoschisis yang akhirnya membuat dia kehilangan penglihatannya.Tapi kehilangan penglihatan tidak membuat dia patah semangat dan menyerah pada nasib,justru setelah dia kehilangan penglihatannya dia mulai menekuni olahraga extrim seperti mendaki gunung,panjat tebing,panjat es,skydiver,dan ski.

Sampai saat ini Erik Weihenmayer telah menghasilkan 2 buku yang berjudul Touch the Top of the World dan The Adversity Advantage: Turning Everyday Struggles Into Everyday Greatness.

Film yang berjudul Farther Than The Eye Can See,berisi tentang dokumentasi dia saat mendaki Gunung Everest dan Film ini memenangkan 21 International Film Festival awards, mendapat nominasi 2 Emmy's, dan mendapat peringkat sebagai salah satu dari 20 TOP DVD Adventure sepanjang masa.
Sedangkan Filmnya yang berjudul Blindsight berisi tentang perjalanannya pada tahun 2004 dimana dia menjadi Guide bagi 6 remaja buta untuk mendaki Gunung Everest.
Filmnya yang terakhir berjudul Touch the Top of the World,yang menceritakan tentang perjalanan hidupnya dari mulai dia kecil dan kehilangan penglihatannya sampai dia berhasil menaklukan 7 Puncak Dunia.

sumber :
http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4569674

Penakluk Pertama Mount Everest

Penakluk Pertama Mount Everest
Edmud Hillary Dan Tenzing Norkay

Tanggal ini pada 1953, Sir Edmund Hillary dan Tensing Norkay pemandu Sherpanya menjadi manusia pertama yang mencapai puncak Mount Everest, gunung tertinggi di bumi, sekitar 8.850 meter.

Edmund Hillary danggap sebagai pendaki gunung terkenal sepanjang masa. Ia lahir di Tuakau, Auckland, Selandia Baru pada 20 Juli 1919. Hillary merupakan anak pengusaha koran lokal.

Ia mendapatkan pengalaman pertama dengan pegunungan ketika sekolah dasarnya melakukan darmawisata ke Mount Ruapehu.

Tahun 1939, Hillary melakukan pendakian gunung pertamanya, Mount Olivier di Southern Alps. Ia sempat bergabung dengan angkatan udara pada 1943 dan belajar navigasi.

Pada 1951 Hillary diajak George Lowe untuk bergabung dalam ekspedisi Selandia Baru ke Himalaya. Kesempatan itu digunakan Hillary berkenalan dengan penduduk lokal, Sherpa dan mencapai ketinggian pendakian 6.000 meter. Setahun kemudia ia bergabung dengan tim Eric Shipton untuk menjelajah sisi baratdaya Mount Everest.

Tahun 1953 Hillary diundang bergabung dengan Ekspedisi British Everest dipimpin oleh Kolonel John Hunt beranggota sembilan orang. in an attempt to make it to the summit. Hillary ditemani George Lowe dan seorang pendaki Sherpa, Tenzing Norgay.

Kemah utama dibangun Maret 1953 di Solu Khumu, Nepal dan kemah terakhir di South Col, ketinggian 7.900 meter. Pada 26 Mai dua pendaki mencoba mencapai puncak, tetapi gagal. Pada 28 Mei, Hillary, Tenzing dan tiga pendaki lainnya bergerak dengan membawa tabung oksigen mencapai ketinggian 8.500 meter. Keesokan harinya, cuaca terang dan cerah, Hillary dan Tenzing mencoba pendakian terakhir dan emncapai puncak pada pukul 11.30 siang.

Atas keberhasilannya, Hillary dianugerahi gelar kebangsawanan Inggris dan pulang ke Selandia Baru dan menikah dengan Louise Rose. Mereka dikarunia satu putra dan dua putri.

Tahun 1987, Tenzing Norgay meninggal sebelum sempat menuliskan biografinya. Tenzing kurang dapat menjaga kesehatan dan seorang alkoholik.

-Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tempo-

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/03/29/penakluk-pertama-mount-everest/

Pecinta Alam Ditengah Isu Lingkungan

Pecinta Alam Ditengah Isu Lingkungan

Terkesan oleh satu rumor yang mempertanyakan dimana pecinta alam saat ini. Pertanyaan ini sekaligus menjawab teka-teki bahwa ternyata masih ada orang yang tahu tentang pecinta alam.

Berbicara pecinta alam bagi kita tidak lebih seperti berbicara masalah lingkungan yang semakin absurd tidak tahu ujungnya. Tercatat hampir sekitar 250 perhimpunan pecinta alam di Yogyakarta saja, belum di Indonesia. Pada umumnya terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari mahasiswa,pelajar sampai organisasi PA (pecinta alam) umum pun hadir menjamur dewasa ini.di mahasiswa terkenal dengan sebutan Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) di pelajar terkenal dengan nama Sispala (siswa pecinta alam).

Secara umum orang tahu pecinta alam, mereka adalah orang yang suka atau punya hobi naik gunung dengan rambut gondrong, pakaian, aksesoris yang khas menandakan seorang pecinta alam. Sayangnya opini yang menempel pada diri PA ini lebih menjurus pada konotasi yang negative, ini lebih karena sering terjadinya praktek-praktek vandalisme di gunung, tempat wanawisata bahkan dipuncak gunung sekalipun ada coretan-coretan iseng. Terlepas dari apakah ini perbuatan seorang pecinta alam atau hanya kebetulan orang yang iseng saja yang naik gunung membawa spidol atau cat semprot.

Karena sulit membedakan antara pecinta alam asli yang peduli alam dan lingkungannya atau hanya pecinta alam gadungan yang hanya menempelkan nama kerennya saja, anggapan pun semakin luas terhadap perilaku sosial yang tidak terpuji seperti membuat kegaduhan di tengah malam dengan teriak-teriak bahkan lebih kaget lagi adalah sering ditemukannya berbagai macam sampah sampai kondom sekalipun di Taman Wisata Kaliurang, ini siapa lagi kalau bukan orang yang sering main ke gunung.

Terlepas dari konotasi negative tadi, pecinta alam mempunyai satu posisi yang sangat penting perannya dalam membina generasi muda untuk kepedulian terhadap alam ini seperti bisa kita lihat kegiatan-kegiatan penghijauan di lereng Merapi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok pecinta alam di Yogyakarta atau aksi bersih kali oleh beberapa pecinta alam di Bandung beberapa bulan. Ini menandakan adanya satu persepsi yang masih belum diketahui oleh kebanyakan orang tentang kegiatan pecinta alam yang tidak saja berkutat di acara mendaki gunung.

Namun dalam tataran politik lingkungan pecinta alam cenderung apolitis dalam tataran gerakan lingkungan secara keseluruhan pecinta alam belum memperlihatkan sebuah sinergi gerakan yang dinamis, sepertinya belum ada satu pemikiran taktis gerakan pecinta alam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak ramah lingkungan. Lebih jauh lagi pada peran mahasiswa pecinta alam, masih sedikit aksi-aksi advokasi dari para mahasiswa pecinta alam untuk masalah lingkungan. Ini terkesan apatis untuk melakukan advokasi bagi korban pencemaran lingkungan atau penolakan untuk rencana pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan. Ambilah salah satu contohnya di Yogyakarta, ditengah maraknya isu pembangungan kawasan konservasi air dan hutan oleh Pemkot, Jalan Lintas Selatan yang melewati kawasan hutan yang masih alami, Taman Nasional Gunung Merapi, Safir Square , Plaza Book UGM, Pelabuhan ika di Pantai Glagah yang nyata-nyata tidak sesuai dengan Ketentuan kebijakan lingkungan mengenai Tata Ruang, AMDAL, UU No 23 taqhun 1997, Transparansi dan Akuntabilitas public. Mahasiwa pecinta alam atau kelompok pecinta alam lainnya terkesan acuh tak acuh tidak mau peduli mengkritisinya.

Dikutip dari satu catatan Gerlorfd Nelson senator Amerika tahun 1970 yang disampaikan dalam Catalyst Conference Speech of Illionis tahun 1990, ia mengatakan “ jika ingin mengubah Negara untuk kegiatan-kegiatan yang sulit tentang persoalan kebijakan politik, pecinta lingkungan menjadi sumber kekuatan dengan apa saja dapat dilakukan, jika anda ingin mempunyai Negara untuk kepentingan ekonomi, pikirkan diri anda dan generasi yang akan datang, kita yakin anda dapat melakukannya“. Catatan ini yang menjadi dasar untuk bergerak dalam wacana lingkungan melawan kapitalisme global.
Kini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk membangun sebuah sinergi gerakan dari para pecinta alam baik itu mahasiswa pecinta alam, siswa pecinta alam ataupun kelompok – kelompok pecinta alam lainnya untuk masa depan lingkungan hidup karena masalah lingkungan adalah permasalahan bersama sehingga korelasi antara banyaknya pecinta alam dengan kelestarian alam ini dalam tanda positif bukan sebaliknya.
“Sedikit ide yang kau tuang dalam karya, akan lebih berarti daripada seribu kata yang terucap”

SUMBER : http://catros.wordpress.com/2007/05/31/pecinta-alam-ditengah-isu-lingkungan/

Pegunungan adalah tempat paling kuat di Bumi, dan menuntut penghormatan tertinggi

Pegunungan adalah tempat paling kuat di Bumi,
dan menuntut penghormatan tertinggi
(Erik Weihenmayer)

Nama “Seven Summits” telah lama dikenal dalam dunia pendakian gunung di dunia dan disebut-sebut sebagai sebuah grand slam penjelajahan yang sebenarnya. Petualangan ekstrem ini merupakan pendakian puncak-puncak tertinggi di setiap benua.
Ketika Mount Everest sebagai puncak tertinggi di dunia telah banyak didaki, orang bertanya-tanya pendakian spektakuler apalagi yang dapat dibuat oleh umat manusia dalam menantang keperkasaan alam. Maka lahirlah ekspedisi-ekspedisi dari berbagai negara termasuk Indonesia yang terobsesi dengan grand slam penjelajahan ini.
Sekian puncak yang wajib didaki adalah Mc Kinley (6.194 m) di Amerika Utara, Aconcagua (6.960 m) di Amerika Selatan, Kilimanjaro (5.895 m) di Afrika, El’brus (5.642 m) di Eropa, Vinson Massif (4.897 m) di Antartika, dan tentunya Everest (8.848 m) di Asia. Sedangkan satu lagi puncak yang dianggap mewakili lempengan Australia-Oseania mempunyai beberapa pilihan yang sama mendebarkan, yaitu Cartenz Pyramid di Pulau Papua, Mount Cook di Selandia Baru, atau Kosclusko di Australia.
“Seven summits” nusantara
Bagi para pecinta kegiatan mendaki gunung amatir dan wisatawan, mimpi “Seven Summits” ini tentunya cukup mustahil untuk dilaksanakan mengingat diperlukan skill, persiapan dan biaya yang maksimum. Bahkan walaupun semuanya telah terpenuhi, faktor alam seringkali menjadi penentu keberhasilan. Sejarah mencatat banyak pendaki profesional yang gagal bahkan gugur di medan perjuangannya yang terakhir di gunung-gunung tersebut.
Namun pendaki amatir dan wisatawan di Indonesia yang tetap mempunyai obsesi “Seven Summits” dapat mewujudkan keinginannya tersebut dengan skala yang lebih kecil, yaitu dalam kawasan Kepulauan Nusantara tercinta ini. Dengan sedikit romantisme, kita dapat mempersatukan seluruh kepulauan ini dengan mengoleksi puncak-puncak tertinggi di pulau-pulau di Nusantara.
Beberapa gunung tujuan misalnya Semeru di Jawa, Kerinci di Sumatera, Latimojong di Sulawesi, Binaiya di Maluku, Rinjani di Nusa Tenggara, Kinabalu di Kalimantan, dan tentunya Carstenz Pyramid di Papua. Ketujuh puncak itu memiliki tingkat kesulitan yang tidak terlalu tinggi –bahkan beberapa dapat dinaiki tanpa memerlukan skill dan pengalaman yang terlampau tinggi. Tentunya asalkan memiliki kesehatan dan kebugaran yang cukup prima untuk mendaki gunung daerah tropis. Bahkan Kinabalu di Malaysia sudah dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin suatu perjalanan pendakian yang menyenangkan.
Kecuali Carstenz Pyramid, rata-rata keenam puncak memiliki jalur yang tipikal. Suasana tropis dan jalur utama pendakian cukup memadai bagi wisatawan yang ingin mendakinya. Yang perlu diperhatikan adalah kecermatan dalam memprediksi kondisi alam dan jalan setapak yang dilalui. Pada jalur pendakian di Latimojong, misalnya, vegetasi lumut masih banyak dijumpai merundung jalur pendakian, sehingga tak sejelas jalur pendakian di Semeru. Juga kerimbunan dan kecuraman jalur pendakian di Kerinci tentunya kontras berbeda dengan jalur pendakian umumnya di Rinjani yang gersang (jalur Sembalun).
Perburuan puncak
Keenam puncak selain Carstenz Pyramid di Papua adalah puncak-puncak yang lebih memungkinkan dan mudah untuk didaki. Mari kita telusuri persiapan-persiapan yang diperlukan untuk mencapainya. Sedangkan pendakian Carstenz Pyramid dengan salju abadinya lebih memerlukan persiapan dan skill dibandingkan yang lain sehingga sangat cocok untuk dijadikan closing climbing dengan pembahasan yang lebih memadai di lain kesempatan.
Persiapan yang diperlukan peminat adalah terlebih dahulu mengumpulkan informasi-informasi yang diperlukan baik dari literatur atau rekomendasi sejawat. Sebagai contoh Kinabalu merupakan taman nasional yang dikelola secara profesionnal dan mempunyai aturan cukup ketat yang harus diikuti. Perjalanan ke sana harus didukung keuangan yang memadai. Jalur pendakian normal memakan waktu 2–3 hari untuk sampai ke puncak.
Perbekalan menjadi hal yang kritis selama pendakian. Pendaki sedapat mungkin mempunyai informasi yang akurat mengenai jalur pendakian terutama tempat–tempat yang tersedia sumber air alami. Terkadang sumber air alami (bukan curahan hujan) yang tersedia sangat jauh dari base camp sehingga amat bijak apabila dalam logistik kita selalu ada persediaaan air yang cukup. Namun hal-hal tersebut kiranya tidak perlu dirisaukan di Kinabalu karena telah tersedia akomodasi yang memadai.
Tak kalah pentingnya adalah memilih rekan satu tim yang nantinya akan bahu-membahu dalam pendakian agar tercipta sebuah perjalanan yang menyenangkan. Terlebih lagi apabila perjalanan akan memakan waktu yang lama karena jauhnya tempat yang dituju. Bila diperlukan di Rinjani dan Kinabalu selalu tersedia porter atau guide yang siap membantu pendakian dengan upah yang wajar.
Adalah sikap yang bijak untuk senantiasa ramah dan bersosialisaisi dengan penduduk di tempat mulainya pendakian. Akan sangat bermanfaat bila kita beristirahat terlebih dahulu di desa terakhir sebelum memulai pendakian. Di Kerinci, Rinjani, dan Kinabalu telah banyak tersedia pesanggrahan di kaki gunung bagi yang ingin beristirahat.
Banyak yang bisa digali dari sosialisasi dengan masyarakat sekitar kaki pegunungan selain persahabatan. Kita bisa mengumpulkan informasi yang diperlukan seperti sumber mata air, cerita-cerita legenda, kondisi alam serta flora fauna sekitar gunung. Dari pengalaman penulis, penduduk desa akan memberikan bantuan lebih dari yang sekedar diharapkan apabila kita dapat melakukan pendekatan yang tepat. Bahkan kerap kita tak dapat membayangkan bagaimana membalas kebaikan mereka kelak.
Pulang dengan selamat
Perlu disadari pendakian gunung bukanlah olahraga yang mudah. Selain dibutuhkan respek terhadap alam, juga diperlukan kearifan untuk mengukur kemampuan sendiri. Pendakian maraton beberapa gunung sekaligus dalam waktu berdekatan bukanlah hal yang bijak. Manusia adalah mahluk sosial yang senantiasa rindu kepada masyarakatnya. Ambisi yang tidak wajar hanya akan menumbuhkan sikap anti sosial, sesuatu yang sayangnya terkadang menjangkiti para pendaki.
Kondisi fisik yang tidak prima akan menjadi hambatan utama perburuan puncak. Kelelahan dan turunnya kondisi tubuh akan segera dirasakan. Daya tahan terhadap cuaca pun menjadi sangat rentan. Demikian pula kondisi psikis yang merindukan suasana sosial akan menjadikan perjalanan kurang menyenangkan karena perasaan ingin cepat pulang begitu mendominasi. Perasaan takabur karena merasa telah berpengalaman pun menjadi musuh yang tak kurang berbahaya.
Wisatawan dan penggemar olahraga mendaki gunung dapat menjadikan puncak-puncak pulau sebagai suatu perburuan yang menyenangkan dengan suasana kompetisi yang penuh persahabatan. Pada saat-saat mendekati puncak, tiada ada yang lebih indah selain bertemu dengan sesama pendaki lain. Itulah persahabatan yang sulit dilukiskan. Tanpa pernah bertemu atau menyapa, tiba-tiba saja senyuman dan sapaan begitu mudah terlontar. Jauh sekali dengan suasana perkotaaan yang hampa dari keramahan.
Kalangan penggiat kegiatan outdoor dan wisatawan penggemar olahraga mendaki gunung dapat merangkaikan petualangannya menjadi sebuah bunga rampai perjalanan yang menebarkan wangi semangat keindonesiaan yang kental. Ibarat lembaran-lembaran khazanah berharga yang bila dirangkum akan menjelmakan sebuah magnum opus bagi penghayatnya. Sebuah tantangan petualangan yang sulit diabaikan begitu saja…

SUMBER : http://catros.wordpress.com/2007/08/21/pegunungan-adalah-tempat-paling-kuat-di-bumi/

Para Penjaga Gapura Gunung Dunia

Para Penjaga Gapura Gunung Dunia

Di kaki gunung tertinggi di dunia hidup orang Sherpa. Mereka terkenal karena keberhasilannya membantu pendakian gunung Everest (8.848 meter). Tanpa mereka sangat sulit membayangkan kawasan Everest bisa berkembang jadi daerah wisata alam yang menarik ribuan wisatawan dan ratusan pendaki gunung Everest setiap tahunnya. Orang Sherpa ini tinggal di daerah yang disebut Solu Khumbu.

Apa, demikian nama pendaki kawakan itu, berbadan kurus dan dengan wajah tertawa menunjukkan tipikal orang Sherpa. Ia berasal dari dusun Thame di daerah Solu Khumbu. Kampungnya di ketinggian 3.800 meter merupakan pemukiman tertinggi di Solu Khumbu. Selain Apa dari kampung ini lahir warga Sherpa yang terkenal di dunia seperti Tenzing Norgay, dan Ang Rita.
Tenzing Norgay adalah salah satu dari dua orang pertama yang mencapai puncak Everest. Ang Rita Sherpa yang menjadi orang pertama mendaki Everest sepuluh kali. Apa yang oleh orang-orang di Solu Khumbu dipanggil Apa Sherpa, telah mendaki melampaui rekor Ang Rita yakni mendaki Everest sebanyak sebelas kali.
Tenzing Norgay, Ang Rita Sherpa dan Apa Sherpa boleh dikata telah menyandang julukan kolonial Inggris yang pernah malang melintang di anak benua India sebagai Snow Tigers.
Harimau Salju ini karena kemampuan legendaris mereka untuk bergiat di gunung tertinggi bumi. Ketika orang-orang Inggris bercita-cita menjadi bangsa pertama sampai di puncak tertinggi dunia mereka mengajak suku Sherpa di sebelah selatan Everest. Ternyata orang Sherpa memang andalan.

Asal Usul
Sherpa sendiri bukan nama pilihan mereka. Mereka disebut ”Orang-orang dari Timur” dalam bahasa Tibet atau Sherpa. Ini karena mereka tinggal di daerah Kham yang berada di sebelah timur dataran tinggi Tibet.
Tanah Tibet tempat asal orang Sherpa merupakan dataran tertinggi di bumi. Daerahnya beriklim ekstrim. Suhu dingin sekali, tanah berbatuan. Ilustrasi betapa sulitnya tanah Tibet datang dari budaya pemakaman orang Tibet. Di bukit-bukit sekitar ibukota Tibet, Lhasa, ada tempat pemakaman.
Di atas bukit ini jenazah dimutilasi dan dibiarkan di udara terbuka agar disantap oleh burung Nazar. Setelah tinggal tulang baru ditimbun dengan batuan. Tukang jagal jenazah ini menduduki kasta paling rendah dalam konstalasi sosial masyarakat Budhis Tibet.
Pada abad ke-16 orang Sherpa pindah dari Kham. Tidak jelas kenapa mereka pindah. Hanya saja ada legenda yang menceritakan Guru Rimpoche tokoh yang membawa agama Budha ke Tibet mengatakan bahwa saat kesulitan menimpa di Tibet, orang Kham harus pindah ke selatan ke sebuah gunung besar yang penuh salju.
Gunung besar itu disebut ”Dewi Tempatnya Salju” atau dalam bahasa Tibet Chomolungma. Sekarang umumnya orang-orang menyebut gunung itu dengan nama Everest, gunung tertinggi di bumi.
Sulitnya hidup di kawasan gersang menjadikan Nepal di sebelah selatan Chomolungma menarik. Walau tinggal di lereng Chomolungma di selatan, hanya perlu jalan kaki turun lembah sungai yang airnya putih seperti susu untuk mendapatkan tanah subur yang penuh kehijauan.
Sungai berair susu itu pun diberi nama sama Dudh Kosi, atau sungai susu. Warna putih ini berasal dari silt hasil erosi dari gletser atau sungai es yang menjadi sumber air sungai-sungai. Di lerengnya pohon-pohon Rododendron dengan kembang merah menyala tumbuh. Kembang yang ceria di antara lereng terjal membuat tanaman ini menjadi lambang negara Nepal.

Petani dan Pedagang
Di lembah sungai ini orang-orang Sherpa tinggal. Mereka membangun desa-desa dan ladang-ladang gandum serta kentang. Rumah-rumah yang dibangun dari tumpukan batu-batu gunung. Lereng dicangkul hingga membentuk teras-teras untuk ladang. Usaha seadanya untuk menahan erosi tanah pada lapisan kesuburan yang sangat tipis.
Hasil panen pertanian ini tidak pernah cukup untuk stok makanan mereka dalam setahun. Maklumlah kawasan Solu Khumbu dipengaruhi oleh dua kelompok musim. Pertama musim angin barat yang membawa hujan dan kering. Kedua empat musim: panas, gugur, dingin dan semi.
Mereka pun mengusahakan kegiatan lain yakni berternak. Lapangan rumput yang di Eropa disebut Alp di Solu Khumbu pun digunakan untuk menggembala ternak. Ternak orang Sherpa ini tentunya berbeda dengan yang di Eropa. Ternak khas daerah Himalaya adalah sejenis sapi yang disebut Yak. Hewan ini berbulu lebat dan sanggup membawa beban sampai ke sungai-sungai es di mulut gunung salju.
Hewan multi terain merupakan berkah. Yak dipakai sebagai hewan angkut untuk barang dagangan. Hasil pertanian dari India dan Nepal diangkut ke Tibet. Sebaliknya hasil kerajinan Tibet dibawa ke selatan.
Petani dan pedagang adalah profesi orang Sherpa selama lima abad mereka tinggal di Solu Khumbu. Kurun waktu setengah milenium yang tidak membawa orang Sherpa dalam kemajuan materi. Mereka matang dalam religi dengan tumbuhnya biara-biara dan kuil. Kuil pusatnya terdapat di Tengboche, sebuah bukit di tengah lembah aliran Dudh Kosi. Kuil ini sekarang menjadi atraksi wisata di Solu Khumbu.
Berkunjung ke Tengboche ini merupakan sasaran yang teraman di Solu Khumbu. Menuju ke sini berarti hanya sampai pada ketinggian 3.700 meter. Tidak ada bahaya penyakit ketinggian bagi umumnya wisatawan. Dari lokasi ini puncak Everest bisa diintip di kejauhan.
Setiap hari para biksu melakukan puja, dan atraksi ini bisa untuk menggambarkan tingkat religiositas masyarakat Sherpa. Dalam keluarga Sherpa anak pria tertua selalu diharapkan menjadi seorang pendeta Budha.Demikianlah dalam keluarga Apa Sherpa. Walau ia terkenal di dunia pendakian, dan ini adalah dunia yang penting di Nepal, tetapi kakaknya sebagai pendeta lebih dihormati. Apa Sherpa harus menyisihkan waktu untuk menyambut kakaknya setiap kali ia pulang ke desa mereka di Thame.

Pemandu, Pemilik Hotel
Sebagaimana setiap budaya di mana pun dipermukaan bumi, masyarakat Sherpa mengalami transformasi sosial. Sekarang ini pada warga Sherpa di desa-desa di Solu Khumbu bisa dijumpai tiga generasi dengan profesi berbeda.
Seorang kakek yang petani, putranya pedagang, cucunya pemilik hotel dan pemandu wisata. Harapan mereka adalah anak-anak mereka bisa menjadi dokter, pengacara, pakar teknologi informatika. Sama seperti profesi para tamu-tamu yang berkunjung ke Solu Khumbu.
Transformasi sosial Sherpa diawali dari masa penjelajahan pegunungan Himalaya oleh orang-orang Eropa. Tenaga para Sherpa dijadikan kuli untuk mengangkut barang ke lereng-lereng gunung. Kebiasaan mereka untuk bertani dan berdagang membuat orang Sherpa terbiasa mengangkut beban berat.
Bagi mereka jalan di ketinggian 4.000 meter dan menggotong 25 sampai 35 kilogram beban berat merupakan pekerjaan yang sudah biasa. Beberapa di antara mereka ikut mendaki ke kawasan salju. Ternyata mereka mudah mengadaptasi teknik-teknik mendaki gunung. Tentunya karena mereka dalam kondisi fit hingga memudahkan untuk bertindak cepat di ketinggian.
Kelebihan ini menjadikan beberapa orang Sherpa luar biasa di gunung. Mereka pun sudah memiliki budaya ramah tamah dan suka melayani orang lain. Tidak sulit langkah selanjutnya untuk menjadi pemandu. Solu Khumbu pada tahun 1951 kedatangan serombongan pendaki. Ketuanya seorang yang kurus dan berotot kuat dengan mata biru yang menawan. Namanya Eric Shipton, ia memimpin rombongan mencari jalan ke puncak yang oleh orang Nepal disebut Sagarmatha.
Rombongan pendaki ini menyusuri Dudh Kosi dan di salah satu anak sungainya mereka membelok ke barat. Eric Shipton dan timnya berhasil menemukan gletser yang jatuh dari puncak Everest. Dari suatu lereng mereka mengintip bagian atas sungai es yang tampaknya sangat amburadul. Ternyata di sebelah atasnya dapat dilalui untuk mencapai puncak Everest.
Di antara anggota timnya itu ada seorang muda dari Selandia Baru, seorang petani pemelihara lebah. Namanya Edmund Hillary, orangnya tinggi dan dagu bawahnya sedikit besar dan menonjol, menggambarkan seorang yang memiliki kemauan keras untuk berhasil.
Dua tahun kemudian melalui rute yang dipantau itu tim Inggris di bawah pimpinan John Hunt berhasil menempatkan dua pendaki untuk pertama kalinya di puncak Everest. Edmund Hillary yang pertama mencapai puncak disusul seorang penduduk desa Thame yang tinggal di Darjeling, India, Tenzing Norgay.
Nama kedua orang ini menjadi terkenal di seluruh dunia. Pendakian mereka pun mengawali ribuan pendakian lain dan rombongan wisatawan yang datang hanya untuk menyaksikan keindahan pegunungan Himalaya dan keunikan kultur orang Sherpa.

Hutang Hillary
Edmund Hillary bersama John Hunt mendapat gelar kebangsawanan. Sir Edmund Hillary yang merasa ketenarannya ini berkat bantuan masyarakat Sherpa berupaya membalas budi. Ia mendirikan sekolah di Khumjung, desa antara pusat pemukiman Sherpa di Namche Bazaar dan pusat religi mereka Tengboche.
Dari sekolah inilah awal mulanya muncul orang Sherpa yang terpelajar. Ada di antara alumni sekolah desa ini yang kemudian menjadi dokter dan kembali membaktikan diri ke kampung halamannya di Solu Khumbu.
Mungkin saja kenyataan bahwa mayoritas orang Sherpa menjadi profesional dalam struktur masyarakat Nepal masih perlu waktu lama. Sekarang mayoritas orang Sherpa yang kira-kira 3.500 orang di Solu Khumbu bekerja di bidang pelayanan wisatawan yang jumlahnya mencapai 24.000 pelancong dalam setahun.
Sekitar 80 persen bekerja sebagai pemandu, kuli, juru masak, pelayan hotel, pemilik hotel di Solu Khumbu. Penghasilan pemandu di gunung bisa 2.000 hingga 4.000 dolar untuk dua bulan bekerja.
Setahun mereka bisa ikut dua ekspedisi. Jika hanya menjadi pemandu wisata maka penghasilannya lebih rendah lagi sekitar 500 sampai 1.000 dolar untuk perjalanan selama sebulan. Paling bawah adalah para kuli yang hanya dapat 100 sampai 200 dolar untuk mengangkut beban selama dua atau tiga minggu.
Transformasi sosial ini akan terus terjadi. Cepat atau lambat, dunia Sherpa akan berubah. Mungkin saja berkunjung ke Solu Khumbu nantinya sama seperti ke Alp, tidak ada kuli pembawa barang. Hanya ada alat transportasi yang harganya tidak terjangkau kantung dunia ketiga.
Apa pun perubahan yang menimpa mereka, keindahan pegunungan Himalaya yang mereka jaga tidak akan berubah secepat mereka.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/06/05/para-penjaga-gapura-gunung-dunia-2/

ORANG INDONESIA PERTAMA MENCAPAI PUNCAK EVEREST

ORANG INDONESIA PERTAMA MENCAPAI PUNCAK EVEREST

Penderitaan telah menempa Asmujiono menjadi lelaki yang tabah dan kuat. Kedua orang tuanya, petani Kecamatan Tumpang, Malang, emninggal semasa Asmujiono masih kecil. Sejak itu, anak kelima dari enam bersaudara ini, pindah dari satu orangtua angkat ke orangtua angkat yang lain. Sekolah Dasar ia lalui setelah sempat tinggal kelas V karena ketiadaan biaya. Namun ia bertekad untuk tetap sekolah dan berobsesi menjadi orang terkenal pada kemudian hari. Kesadaran itu membuat lelaki kelahiran 1 September 1971 itu membiasakan diri bangun subuh dan lari sejauh empat kilo meter lebih menuju sekolahnya. Kebiasaan terebut berlanjut hingga SMP yang berjarak tujuh km dari rumahnya. Selama itu pula, Asmujiono membawa tas yang isinya pakaian, seragam sekolah dan mandi setiba di sekolah.
Kebiasaan itu juga yang mengantarkan ke jenjang sukses. Ketika di SMP Negeri, Asmujiono berhasil tampil sebagai juara umum dalam lomba maraton se-Jawa Timur memperingati Hari Ulang Tahun Kotamadya Malang, mengalahkan pelari-pelari asal Jakarta dan daerah lain. __________ Sebagai anak angkat, Asmujiono sadar bahwa ia tidak bisa berdiam diri, seperti halnya teman-teman remajanya, ia membantu orangtua angkatnya menjaga kebun setelah pulang sekolah. Setelah tamat SMA Diponegoro, Malang, impian Asmujiono yang ketika itu sudah bertekad menjadi tentara, belum juga tercapai. Ia bahkan sempat menganggur selama setahun. Saat itu, ia mulai mencoba berdagang buah-buahan sambil mencari informasi bagaimana caranya masuk tentara. __________ Berkat kegigihannya, ia berhasil memenuhi impiannya menjadi tentara. Itu pun dilaluinya dengan susah payah. Setahun kemudian, 1995, ia terpilih masuk Kopassus setelah melalui tes yang cukup berat, antara lain kemampuan fisik, lari, renang. Ia kemudian masuk pendidikan di Grup III Kopassus di Batujajar, Jawa Barat. Di sini, Asmujiono meraih rangking dua kecepatan lari. __________ Ia terpilih sebagai pendaki serbu dan mengikuti pendidikan selama dua bulan lebih di Gunung Parang, kemudian bertugas di Timor Timur selama sepuluh bulan dan menjalani pendidikan Sandi Jejak di Batujajar. Ketika menjalani pendidikan itu, Asmujiono diikutkan dalam seleksi ekspedisi Everest. Selama seleksi antara lain mendaki Gunung Gede, Gunung Putri, renang, lari sprint naik turun tangga, ia mencatat prestasi gemilang. Berhasil memecahkan rekor 45 menit mengelilingi Gunung Gede dan meraih rangking I, rangking II diraih Misirin. Prestasi itulah yang mengantarkannya ke Nepal, ikut ekspedisi Everest. “Saya ingin menjadi orang terkenal, tapi nggak tahu lewat mana,” obsesi Asmujiono suatu ketika. Sekarang ia sudah terkenal. Dicacat sejarah sebagai orang Indonesia pertama mencapai Puncak Everest tanggal 27 April 1997 dan sekaligus sebagai orang pertama pula se-Asia Tenggara.

Sumber : Di Puncak Himalaya Merah Putih Kukibarkan 1997
sumber : http://catros.wordpress.com/2007/03/29/orang-indonesia-pertama-mencapai-puncak-everest/

Naik Gunung Turun Gunung… Demi Cinta!

Naik Gunung Turun Gunung… Demi Cinta!

Oleh : Bayu Ismayudi (Baiz) – Angkatan Kawah Putih

Naik Gunung Turun Gunung …Lu kira kaga’ cape? Itulah bunyi tulisan yang biasa anggota Palawa lihat di kaos-kaos yang sering dipakainya. Mungkin makna dari tulisan itu sekadar ingin mempertanyakan, “Mengapa kita tidak pernah kapok melakukan kegiatan itu?”

Walaupun sudah jelas bakal menguras tenaga, bikin kita lapar, bikin kita kepanasan dan kedinginan, bahkan bisa bikin kita hipotermi, pokokke bikin kita ngaplek, tapi kita tidak pernah jera. Ini adalah pertanyaan untuk diri kita sendiri!

Kalau ada orang yang mempertanyakan hal tersebut, mungkin akan mengundang beragam jawaban, seperti entah itu karena hobi, mencari kepuasan batin, karena melambangkan kegagahan, killing time, atau pelarian.

Terlepas dari jawaban itu semua, yang jelas ketika kita melakukan kegiatan outdoor –seperti mendaki gunung, arung jeram, susur gua, dan panjat tebing– semua itu kita lakukan dengan enjoy, tanpa beban. Rasa capek kita terobati oleh senda gurau dengan saudara-saudara kita selama di perjalanan. Alangkah indah ketika kita duduk-duduk di depan tenda di malam hari di tengah belantara ditemani secangkir kopi wangi dan batangan rokok. Alangkah indah ketika kita masak dan makan bersama. Alangkah indah suasana seperti itu dan itu salah satu yang membuat kita ketagihan yang kadang membuat kita lupa dunia di luar kita.

Ada lagu yang sering kita nyanyikan waktu kita diklat dulu,“Naik gunung turun gunung, tempuh rimba menembus kabut, malam hari kedinginan, Palawa tetap bertahan….”

Apa yang membuat kita bertahan? Karena takut digampar Si Akang atau Si Teteh? Terus mengapa kita rela menyediakan waktu kita untuk mengikuti diklatdas walau sebagian besar sudah mengetahui bakal ada ‘gamparan’? Terus setelah usai diklat, kita melakukan kegiatan yang sama, ke gunung lagi, arung jeram lagi, susur gua lagi, panjat tebing lagi. Lalu mengapa sebenarnya kita melakukan semua itu. Tak bisa dipungkiri itulah yang dinamakan “cinta.”

Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu, kita rela melakukan apa saja. Kita akan marah, malah rela berantem ketika ada orang yang menghina dan mencemooh apa yang kita cintai. Ya! Itulah cinta!

Kita rela memberi apa saja untuk yang kita cintai, termasuk nyawa kita sekalipun. Seorang pendaki rela mengobankan nyawa demi cintanya pada obsesi menapakkan kakinya di sebuah puncak gunung, seorang rafter rela hanyut dan mempertaruhkan nyawanya demi obsesinya menaklukkan jeram.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kita menjalani hidup ini pun demi cinta, cinta pada kehidupan itu sendiri, walau kadang kehidupan itu sendiri tidak membalas cinta kita. Sehingga timbul ungkapan “Mencintai tidak harus memiliki.” Ketika hal itu terjadi pada diri kita, timbul pertanyaan, “Mengapa kita harus mencintai yang tidak bisa kita miliki?”

Mencintai Sang Maha Pecinta

Mengapa kita kadang rela mencintai sesuatu atau seseorang yang tidak membalas cinta kita? Yang tidak bisa kita miliki? Padahal ada cinta yang selalu membalas cinta kita dan bisa dimiliki?

Ya! Sang Pemurah, Sang Penyayang, Sang Pencipta, Sang Maha Pecinta. Dialah yang selalu memberi dan membalas cinta kita, walau kadang kita lupa untuk mencintainya. Dialah cinta sejati yang bisa kita miliki sampai mati, bahkan hingga kehidupan sesudah mati. Bahkan Dia menyatakan cinta-Nya pada kita dengan mengatakan, “Jika kamu mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendekatimu dengan berlari.”

Itulah cinta sejati, cinta yang selalu memberi tanpa pelu menerima. Itulah hakikat cinta. Mencintai Sang Maha Pecinta !

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan, hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
(QS : Al-Mulk : 15)

Bumi sudah diciptakan, ditaklukkan, dan dimudahkan untuk kita terus disediakan pula rezeki yang berlimpah untuk kita. Kita diberi segalanya tanpa harus kita mengembalikan atau membalasnya. Lalu apakah tidak layak bagi kita untuk mencintai Dia Sang Maha Pemberi ini?***

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/10/26/naik-gunung-turun-gunung%E2%80%A6-demi-cinta/

Menjelajah Papua dapat Freeport

Menjelajah Papua dapat Freeport

Menjelajah Papua, Dapat Freeport TAHUN 1623, Kapten Jan Carstenz kaget. Selagi berlayar di Laut Arafuru ia mendapati temuan aneh: salju di puncak gunung di kawasan yang terletak di daerah katulistiwa yang beriklim tropis. Ketika itu pegunungan ini disebut penduduk setempat Pegunungan Maoke. Orang Belanda menyebutnya Pegunungan Nassau. Carstenz pulang ke Eropa dan menuturkan pengalamannya. Tapi, ia malah jadi bahan tertawaan. Kesaksian Carstenz baru terbukti setelah awal abad ke-20 orang-orang Eropa memulai perjalanan ekspedisi ke Papua. Setelah pedalaman Papua terjamah, terbukti benar gunung itu memang bersalju. Lantaran tingginya dan tentu lantaran dinginnya. Penjelajah Belanda dan Inggris saling berlomba memasuki pedalaman Papua. Antara tahun 1907 dan 1913 tiga orang Belanda berhasil mendaki puncak Gunung Wilhelmina (Wilhelminatop), yang sekarang disebut Puncak Trikora.

Tahun 1909 ekspedisi kedua berhasil mencapai lereng bersalju, dan pada tahun 1912 ekspedisi ketiga berhasil mencapai puncak tertinggi. Problem ekspedisi tentunya soal perbekalan. Anggota perjalanan ekspedisi yang dimotivasi kepentingan ilmiah, mendalami flora, fauna, dan antropologi suku-suku pedalaman Papua (dan tentu motif kolonialisasi ini) bisa mencapai 100 orang. Perlengkapan kemah dan kamera yang berat, diangkut oleh orang-orang Dayak (Kalimantan) waktu itu yang dicatat bermotivasi tinggi, dan sanggup menempuh perjalanan berat menembus hutan. Tentu juga karena kemungkinan menghadapi bahaya, harus ada tentara dan persenjataan dalam ekspedisi-ekspedisi itu. Tapi, digunakannya orang Dayak kemudian bermanfaat, karena mereka juga bisa menebang pohon besar untuk membuat perahu mendadak di lokasi pendakian. Orang-orang Dayak ini dicatat sangat terheran-heran menyaksikan salju. Mereka ingin membawa pulang salju untuk ditunjukkan kepada kepala suku mereka, tapi betapa kecewanya ketika diberitahu salju tak bisa dibawa pergi. Ekspedisi oleh Inggris dilakukan atas sponsor organisasi ornithologist (ilmuwan burung). Ekspedisi Wollaston tahun 1912-1913 menemui kegagalan setelah berkutat setahun lamanya di tengah rimba Papua, belakangan mereka menyadari telah tertipu oleh peta-peta Belanda yang mereka gunakan. Tapi Wollaston berhasil bertemu suku Tapiro dan Amungme yang bertubuh kecil. Laporan Wollaston menjadi sensasi besar di Eropa.

Sebagian orang Amungme ikut tim Inggris pulang, karena merasa bahwa ini adalah perjalanan mereka menuju surga. Tapi, mereka meninggal di jalan karena beratnya perjalanan. Tulang-tulang mereka dibawa Wollaston ke Inggris dan menjadi berita besar dalam sejarah antropologi Eropa masa itu. Sampai hari ini kisah kedatangan orang-orang Inggris itu masih hidup di kalangan Amungme. Tahun 1930-an, terdorong sejarah Wollaston dan Lorentz (Belanda), seorang Belanda lain JJ Dozy berusaha menjalani ekspedisi. Saat itu sudah ada pesawat terbang. Dozy membuat potret udara jalur ekspedisi, lalu melemparkan kemah dan perbekalan di sepanjang jalur perjalanan. Didukung teknologi ia berhasil mencapai lereng Carstenz tapi gagal mendaki puncaknya karena cuaca buruk. Dozy menemukan gunung batu kaya bijih besi di lokasi tinggal Suku Amungme. Informasi Dozy inilah yang mendorong berdirinya Perusahaan Pertambangan Freeport hingga sekarang. Pertambangan yang menimbulkan devisa bagi Indonesia tapi juga mengancam kelangsungan hidup Suku Amungme. Foto-foto perjalanan ekspedisi dari awal abad ke-20 itu disusun dalam sebuah pameran berjudul Race to the Snow yang dipamerkan di Gedung Erasmus Huis (Pusat Kebudayaan Belanda), Kuningan, 17 April-18 Mei 2002. Katalog yang disusun bagus dan akurat berikut catatan rekaman perjalanan menjadikan pameran ini nyaman dan informatif.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/05/02/menjelajah-papua-mendapat-freeport/

Mistery Pendaki Pertama Mt. Everest

Mistery Pendaki Pertama Mt. Everest

Awal tahun 2004 ini kembali muncul perdebatan mengenai First Climber on Everest. Apakah betul George Leigh Mallory (38) dan Andrew “Sandy” Irvine (22) telah mencapai puncak Everest pada Expedisi tahun 1924 itu.? Dua puluh delapan tahun lebih awal dari pendakian Sir Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay yang saat ini masih tercatat sebagai pendaki Everest pertama (1953). Saya sendiri selama 3 tahun ini selalu menceri berita paling akhir mengenai keputusan final yang mungkin bisa merubah catatan sejarah pendakian manusia di puncak tertinggi dunia itu.

George Leigh Mallory memimpin team ketiga dari Inggris Raya bersama partnernya Irvine dan photographer Noel Odell pada 6 Juni 1924 berlabel nama The British Expedition 1924. Dengan membawa botol oxygen Asparratus cadangan mereka mendaki di musim moonson yang terkenal sangat berbahaya. Setelah dua hari pendakian, Odell yang memang tinggal di base tertinggi sempat melihat mereka mendaki pada sisi utara Everest, tapi pandangannya lalu terhalang awan dan cuaca yang selalu berubah-ubah. Itulah saat terakhir mereka terlihat hingga akhirnya hilang di telan salju abadi Everest.

75 tahun kemudian tepatnya ditahun 1999, Thom Pollard dari Everests Speakers Bureau mencoba memaparkan bukti-bukti kuat yang didapat dari Mallory & Irvine Research Expedition (MIRE 1999) dan meneliti posisi terakhir saat duo Pendaki Inggris tersebut hilang. Sejumlah geologist, ahli sejarah, pendaki serta sherpa terbaik turut tergabung dalam misi ini.

Jenazah Mallory ditemukan pada ketinggian diatas 27.000 kaki, membeku di bebatuan beberapa ratus meter sebelum puncak dari jalur utara. Di sekitarnya terdapat peralatan lain seperti Vest Pocket Camera (Kodak), Altimeter, Jam tangan, Pisau, Tali panjat, Botol oxygen dan Kacamata salju. Semua benda itu dikumpulkan lalu dianalisa secara teliti, sayangnya Team MIRE ini tidak menemukan rol film yang telah digunakan karena diduga Mallory terjatuh saat pendakian turun hingga mengalami patah tungkai kaki dan luka dikepala. Bukti kuat lainnya adalah kapak es milik Irvine yang ditemukan tahun 1933 serta beberapa kertas memo untuk Capt. Noel Odell, rekan satu teamnya yang terakhir melihat Mallory dan masih hidup sekarang. Melihat buku catatan pribadi yang masih utuh disaku Mallory, para peneliti semakin yakin bahwa Mallory telah menaruh foto istrinya Ruth setelah mencapai puncak seperti yang dituturkan sebelumnya kepada Odell, namun posisi ditemukannya Mallory yang tetap dirahasiakan.

Ekspedisi besar ini, akhirnya menjawab misteri pendaki pertama Everest serta pengakuan langsung bagi pendaki sekaliber Mallory. Eric Simonson Team Leader MIRE 1999 mengatakan “Mallory can from this day forward rest in peace” disertai senyum mengembang tanda keberhasilan Teamnya..

Seperti menjadi jawaban dari legenda kata2 Mallory “Because it’s there.. “

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/06/18/mistery-pendaki-pertama-mt-everest/

Naik Naik Ke Puncak Gunung

Naik Naik Ke Puncak Gunung

Kegiatan mendaki gunung telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan menurut kisah Mahabarata. Pandawa Lima yang terdiri dari Sadewa, Nakula, Arjuna, Bhima dan Yudhisthira, beserta istri mereka Draupadi, mendaki gunung Mahameru untuk mencapai puncaknya. Dalam sejarah dunia, pendakian gunung tertinggi pertama kalinya terjadi dengan pencapaian puncak Everest oleh Sir Edmund Hillary, pendaki gunung asal New Zeland dan Tenzing Norgey, seorang sherpa [Pemandu atau porter di pegunungan Himalaya berasal dari bangsa Tibet] asal Tibet pada tahun 1953.
Keinginan manusia untuk mendaki gunung sebelumnya sudah muncul pada abad 19, ketika orang-orang Swiss (The Alps) mulai mendaki gunung-gunung untuk mencapai puncaknya, dan Edward Whymper, seorang berkebangsaan Inggris, adalah orang yang pertama berhasil mencapai puncak gunung Matterhorn pada tahun 1865.
Sejak saat itu, banyak ekspedisi-ekspedisi untuk mencapai puncak-puncak gunung di dunia. Klub pendakian gunung Alpine Club dari Inggris telah melakukan lebih dari 600 ekspedisi semenjak Alpine Club didirikan pada tahun 1857. Tercatat dalam Russian Mountaineering Federation, bahwa telah dilakukan 48 ekspedisi untuk mencapai puncak-puncak Himalaya pada tahun 1994-1998.
Di Indonesia sendiri tercatat 145.151 orang yang mendaki gunung Gede Pangrango, Jawa Barat pada tahun 1996-2000. Dijelaskan pula dalam Diktat Sekolah Manajemen Ekspedisi Wanadri 2000 bahwa hampir semua perguruan tinggi atau SLTA mempunyai kelompok-kelompok penggiat alam terbuka.
Secara perorangan maupun berkelompok mereka mengembangkan segi petualangan, segi ilmu pengetahuan, segi olahraga, segi rekreasi dan segi wisata. Perkembangan ini dilakukan secara luas baik hanya mencakup satu segi saja ataupun secara berkaitan (misalnya mendaki gunung untuk melakukan petualangan saja, olahraga saja, atau untuk olahraga, rekreasi dan wisata) yang mengembangkan segi ilmu pengetahuan dan segi petualangan.
Kenapa Mendaki Gunung?
Mendaki gunung seperti kegiatan petualangan lainnya merupakan sebuah aktivitas olahraga berat. Kegiatan itu memerlukan kondisi kebugaran pendaki yang prima. Bedanya dengan olahraga yang lain, mendaki gunung dilakukan di tengah alam terbuka yang liar, sebuah lingkungan yang sesungguhnya bukan habitat manusia, apalagi anak kota. Pendaki yang baik sadar adanya bahaya yang bakal menghadang dalam aktivitasnya yang diistilahkan dengan bahaya obyektif dan bahaya subyektif. Bahaya obyektif adalah bahaya yang datang dari sifat-sifat alam itu sendiri. Misalnya saja gunung memiliki suhu udara yang lebih dingin ditambah angin yang membekukan, adanya hujan tanpa tempat berteduh, kecuraman permukaan yang dapat menyebabkan orang tergelincir sekaligus berisiko jatuhnya batu-batuan, dan malam yang gelap pekat. Sifat bahaya tersebut tidak dapat diubah manusia.
Hanya saja, sering kali pendaki pemula menganggap mendaki gunung sebagai rekreasi biasa. Apalagi untuk gunung-gunung populer dan “mudah” didaki, seperti Gede, Pangrango atau Salak. Akibatnya, mereka lalai dengan persiapan fisik maupun perlengkapan pendakian. Tidak jarang di antara tubuh mereka hanya berlapiskan kaus oblong dengan bekal biskuit atau air ala kadarnya. Meski tidak dapat diubah, sebenarnya pendaki dapat mengurangi dampak negatifnya. Misalnya dengan membawa baju hangat dan jaket tebal untuk melindungi diri dari dinginnya udara. Membawa tenda untuk melindungi diri dari hujan bila berkemah, membawa lampu senter, dan sebagainya.
Sementara bahaya subyektif datangnya dari diri orang itu sendiri, yaitu seberapa siap dia dapat mendaki gunung. Apakah dia cukup sehat, cukup kuat, pengetahuannya tentang peta kompas memadai (karena tidak ada rambu-rambu lalu lintas di gunung), dan sebagainya.
Sebagai gambaran, Badan SAR Nasional mendata bahwa dari bulan Januari 1998 sampai dengan April 2001 tercatat 47 korban pendakian gunung di Indonesia yang terdiri dari 10 orang meninggal, 8 orang hilang, 29 orang selamat, 2 orang luka berat dan 1 orang luka ringan, dari seluruh pendakian yang tercatat (Badan SAR Nasional, 2001). Data lain, sejak tahun 1969 sampai 2001, gunung Gede dan Pangrango di Jawa Barat telah memakan korban jiwa sebanyak 34 orang. Selanjutnya, dari 4000 orang yang berusaha mendaki puncak Everest sebagai puncak gunung tertinggi di dunia, hanya 400 orang yang berhasil mencapai puncak dan sekitar 100 orang meninggal. Rata-rata kecelakaan yang terjadi pada pendakian dibawah 8000 m telah tercatat sebanyak 25% pada setiap periode pendakian.
Kedua bahaya itu dapat jauh dikurangi dengan persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain:
• Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
• Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum mendaki.
• Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras.
• Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
• Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu.
• Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
• Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang.
Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan. Seperti yang dinyatakan dalam data harian Kompas, tercatat dari 50 orang yang pernah tertimpa musibah dalam pendakian gunung Semeru, Jawa Tengah, 24 orang dinyatakan tewas, dua orang hilang, 10 orang luka-luka, dan empat orang selamat. Banyaknya kecelakaan dan hambatan yang kerap dialami oleh orang yang mendaki gunung, tidak membuat para pendaki berhenti melakukan pendakian. Data terakhir menyatakan bahwa pada bulan Juli 2002 masih dilakukan pendakian oleh sepuluh pendaki gunung asal Bandung menuju gunung Slamet. Pendakian tersebut menyebabkan kesepuluh pendaki gunung tersebut hilang sehingga diperbantukan sebanyak 24 orang anggota Tim SAR Polres Purbalingga dan gabungan pecinta alam dari Purwokerto diterjunkan ke lokasi untuk mencari para pendaki gunung tersebut. Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung. Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.
• Kesiapan mental. Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
• Kesiapan fisik Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelan-pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya.
• Kesiapan administrasi. Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju.
• Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/05/16/naik-naik-ke-puncak-gunung/

Misteri Pulau Berusia Jutaan Tahun

Misteri Pulau Berusia Jutaan Tahun

BAGI pendaki gunung, mendaki jajaran Pegunungan Jayawijaya adalah sebuah impian. Betapa tidak, pada salah satu puncak pegunungan itu terdapat titik tertinggi di Indonesia, yakni Carstensz Pyramide dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Jangan heran jika pendaki gunung papan atas kelas dunia selalu berlomba untuk mendaki salah satu titik yang masuk dalam deretan tujuh puncak benua tersebut. Apalagi dengan keberadaan salju abadi yang selalu menyelimuti puncak itu, membuat hasrat kian menggebu untuk menggapainya.

Tetapi, siapa yang menyangka jika puncak bersalju itu dahulunya adalah bagian dari dasar lautan yang sangat dalam!

“Pulau Papua mulai terbentuk pada 60 juta tahun yang lalu. Saat itu, pulau ini masih berada di dasar laut yang terbentuk oleh bebatuan sedimen. Pengendapan intensif yang berasal dari benua Australia dalam kurun waktu yang panjang menghasilkan daratan baru yang kini bernama Papua. Saat itu, Papua masih menyatu dengan Australia,” jelas ahli geologi Fransiskus Benediktus Widodo Margotomo saat memaparkan sejarah terbentuknya Pulau Papua.

Keberadaan Pulau Papua saat ini, lanjutnya, tidak bisa dilepaskan dari teori geologi yang menyebutkan bahwa dunia ini hanya memiliki sebuah benua yang bernama Pangea pada 250 juta tahun lalu. Pada kurun waktu 240 juta hingga 65 juta tahun yang lalu, benua Pangea pecah menjadi dua dengan membentuk benua Laurasia dan benua Eurasia, yang menjadi cikal bakal pembentukan benua dan pegunungan yang saat ini ada di seluruh dunia.

Pada kurun waktu itu juga, benua Eurasia yang berada di belahan bumi bagian selatan pecah kembali menjadi benua Gonwana yang di kemudian hari akan menjadi daratan Amerika Selatan, Afrika, India, dan Australia.

“Saat itu, benua Australia dengan benua-benua yang lain dipisahkan oleh lautan. Di lautan bagian utara itulah batuan Pulau Papua mengendap yang menjadi bagian dari Australia akan muncul di kemudian hari,” tambah sarjana geologi jebolan Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta, pada 1986 ini.

Pengendapan yang sangat intensif dari benua kanguru ini, sambungnya, akhirnya mengangkat sedimen batu ke atas permukaan laut. Tentu saja proses pengangkatan ini berdasarkan skala waktu geologi dengan kecepatan 2,5 km per juta tahun.

Proses ini masih ditambah oleh terjadinya tumbukan lempeng antara lempeng Indo-Pasifik dengan Indo-Australia di dasar laut. Tumbukan lempeng ini menghasilkan busur pulau, yang juga menjadi cikal bakal dari pulau dan pegunungan di Papua.

Akhirnya proses pengangkatan yang terus-menerus akibat sedimentasi dan disertai kejadian tektonik bawah laut, dalam kurun waktu jutaan tahun menghasilkan pegunungan tinggi seperti yang bisa dilihat saat ini.

Bukti bahwa Pulau Papua beserta pegunungan tingginya pernah menjadi bagian dari dasar laut yang dalam dapat dilihat dari fosil yang tertinggal di bebatuan Jayawijaya.

Meski berada di ketinggian 4.800 mdpl, fosil kerang laut, misalnya, dapat dilihat pada batuan gamping dan klastik yang terdapat di Pegunungan Jayawijaya. Karena itu, selain menjadi surganya para pendaki, Pegunungan Jayawijaya juga menjadi surganya para peneliti geologi dunia.

Sementara terpisahnya daratan Australia dengan Papua oleh lautan berawal dari berakhirnya zaman es yang terjadi pada 15.000 tahun yang lalu. Mencairnya es menjadi lautan pada akhirnya memisahkan daratan Papua dengan benua Australia.

“Masih banyak rahasia bebatuan Jayawijaya yang belum tergali. Apalagi, umur Pulau Papua ini masih dikategorikan muda sehingga proses pengangkatan pulau masih terus berlangsung hingga saat ini. Ini juga alasan dari penyebutan Papua New Guinea bagi Pulau Papua, yang artinya adalah sebuah pulau yang masih baru,” tambah peraih gelar master di bidang Economic Geology dari James Cook University, Townswille, Australia ini.

Sementara keberadaan salju yang berada di beberapa puncak Jayawijaya, diyakininya akan berangsur hilang seperti yang dialami Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Hilangnya satu-satunya salju yang dimiliki oleh pegunungan di Indonesia itu disebabkan oleh perubahan iklim secara global yang terjadi di daerah tropis.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/05/11/misteri-pulau-berusia-jutaan-tahun-2/

Rabu, 04 Mei 2011

MISTERI GUNUNG RINJANI

MISTERI GUNUNG RINJANI

Pada jaman dahulu tidak jauh dari pelabuhan Lembar, terdapat sebuah Kerajaan Taun yang diperintah oleh seorang Raja yang sangat bijaksana bernama Datu Taun bersama permaisurinya yang sangat cantik Dewi Mas.

Di bawah pemerintahan Raja Datu Tuan, kerajaan dalam keadaan aman, damai, dan tenteram. Namun meskipun demikian Raja kelihatan sering bersedih, hal ini dikarenakan beliau belum dikarunia seorang putera, sementara Raja dan Permaisuri sudah semakin bertambah tua.

Pada suatu hari Raja dan permaisuri duduk bercakap-cakap membicarakan masalah keluarga. Baginda mengemukakan bagaimana susahnya kelak karena tidak memiliki anak. Bersabdalah Datu Tuan “Adinda kanda ingin menyampaikan permintaan, ijinkanlah kakanda mengambil istri seorang lagi. Mudah-mudahan dengan demikian kita akan dikaruniai anak yang akan menggantikan pemerintahan kelak”

Setelah Sang Permaisuri menyetujui, maka Baginda Datu Tuan segera meminang seorang gadis cantik yang bernama Sunggar Tutul, puteri dari Patih Aur.

Semenjak itu perhatian Raja terhadap Dewi Mas berkurang, beliau lebih sering tinggal di istana isteri yang baru. Raja yang terkenal adil ini telah bertindak tidak adil terhadap permaisurinya. Meskipun demikian Dewi Mas tetap selalu sabar, dan karena kemurahan Yang Maha Kuasa maka Dewi Mas mengandung.

Berita tentang Dewi Mas mengandung ini tentu saja mengejutkan Sunggar tutul, ia takut Raja akan berpaling dari dirinya dan kembali ke Permaisuru Dewi Mas. Untuk itu dengan cara yang licik Sunggar Tutul menghasut Raja, bahwa kehamilan Dewi Mas diakibatkan oleh perbuatan serong dengan seorang yang bernama Lok Deos.

Murkalah Baginda Datu Tuan, maka Dewi Mas pun di usir dari istana dan dibuang ke sebuah gili. Dengan ditemani para pengiringnya Dewi Mas tinggal di gili, mereka membangun suatu pemukiman. Dewi Mas tetap tegar dalam menempuh kehidupan menuju hari depan.

Pada suatu ketika lewatlah sebuah kapal mendakati gili tersebut, seperti ada suatu kekuatan gaib sang Nakhoda kapal tersebut mengarahkan kapalnya ke gili, dan dari kejauhan dia melihat seorang wanita cantik yang bersinar. Nakhoda dan para awak kapalpun berlabuh dan mampir ke pondok Dewi Mas.

Setelah dijamu para penumpang kapal tersebut menanyakan kenapa Dewi Mas bisa tinggal di tempat tersebut, karena selama ini gili tersebut tidak berpenghuni. Dewi Mas pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya. Dewi Mas meminta Nakhoda dan awak kapal tersebut untuk mengantarkannya ke pulau Bali. Akhirnya Dewi Mas beserta para pengiringnya tinggal di Bali dan membangun pemukiman baru. Hari kelahiranpun tiba, Dewi Mas melahirkan dua anak kembar yang masing-masing disertai dengan keajaiban. Seorang bayi laki-laki lahir beserta sebilah keris, dan seorang lagi bayi perempuan lahir beserta anak panah. Bayi laki-laki ini diberi nama Raden Nuna Putra Janjak sedangkan bayi perempuan dinamakan Dewi Rinjani.

Kedua bayi tersebut tumbuh besar menjadi anak-anak yang lucu dan menarik. Namun pada suatu hari kedua anak tersebut menanyakan siapakah ayah mereka, karena selama ini mereka sering diejek teman-temannya karena tidak punya ayah.

Karena desakan kedua anaknya yang terus menerus, maka Dewi Mas pun menceritakan semua kisah yang dialaminya. Diceritakannya bahwa ayah mereka adalah seorang Raja di Lombok yang bernama Datu Taun, dirinya dibuang kesebuah gili karena difitnah oleh madunya Sunggar Tutul.

Raden Nuna Putra Janjak menjadi sangat marah dia memohon kepada ibunya agar diijinkan untuk menemui ayahnya ke Lombok. Karena terus didesak akhirnya Dewi Mas pun mengijinkan puteranya bersama para pengiring berlayar ke Lombok.

Sesampai di Lombok Raden Nuna Putra Janjak segera masuk ke istana namun di hadang oleh para penjaga. Pertarunganpun tak terelakkan, Raden Nuna Putra Janjak meskipun masih kecil namun dengan keris ditangan yang muncul bersamaan ketika ia lahir, sangatlah sakti dan tak tertandingi.

Banyak lawan yang tak berdaya hingga Baginda Datu Taun harus turun bertanding. Pertarungan yang serupun terjadilah, mereka saling menghujamkan kerisnya. Mereka berdua sama kuat, keris masing-masing tidak dapat saling melukai. Tiba-tiba terdengarlah suara gaib dari angkasa ” Hai Danu taun, jangan kau aniaya anak itu. Anak itu adalah anak kandungmu sendiri dari istrimu Dewi Mas”.

Setelah mendengar suara itu , ia amat menyesal maka dipeluknya Raden Nuna Putra Janjak. Setelah mendengar cerita dari Raden Nuna Putra Janjak , maka Baginda Datu Tuan segera menjemput permaisuri ke Bali. Seluruh istana dan penduduk Taun bersuka cita, Dewi Mas tidak menaruh dendam sama sekali kepada Sunggar Tutul, mereka semua hidup damai dan tenteram.

Raden Nuna Putra Janjak tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda yang sangat tampan dan bijaksana. Baginda Datu Taun sudah semakin tua dan akhirnya menyerahkan tahta kerajaan kepada puteranya.

Sesudah puteranya naik tahta Baginda Datu Taun kemudian menyepi di gunung diiringi putrinya Dewi Rinjani. Di puncak gunung itulah baginda dan puterinya bertapa bersemedi memuja Yang Maha Kuasa.

Di puncak gunung ini Dewi Rinjani diangkat oleh para Jin dan mahluk halus menjadi Ratu. Dan sejak saat itulah gunung yang tinggi di pulau Lombok tersebut dinamakan Gunung Rinjani.

sumber :http://catros.wordpress.com/2007/04/19/misteri-gunung-rinjani/

MISTERI GUNUNG RAUNG

MISTERI GUNUNG RAUNG

Keangkeran Gunung Raung sudah terlihat dari nama-nama pos pendakian yang ada, mulai dari Pondok Sumur, Pondok Demit, Pondok Mayit dan Pondok Angin. Semua itu mempunyai sejarah tersendiri hingga dinamakan demikian.

Pondok Sumur misalnya, katanya terdapat sebuah sumur yang biasa digunakan seorang pertapa sakti asal Gresik. Sumur dan pertapa itu dipercaya masih ada, hanya saja tak kasat mata. Di Pondok Sumur ini, saat berkemah,juga terdengar suara derap kaki kuda yang seakan melintas di belakang tenda.

Selanjutnya Pondok Demit, disinilah tempat aktivitas jual-beli para lelembut atau dikenal dengan Parset (Pasar Setan). Sehingga, padaMore… hari-hari tertentu akan terdengar keramaian pasar yang sering diiringi dengan alunan musik. Lokasi pasar setan terletak disebelah timur jalur, sebuah lembah dangkal yang hanya dipenuhi ilalang setinggi perut dan pohon perdu.

Pondok Mayit adalah pos yang sejarahnya paling menyeramkan, karena dulu pernah ditemukan sesosok mayat yang menggantung di sebuah pohon. Mayat itu adalah seorang bangsawan Belanda yang dibunuh oleh para pejuang saat itu.

Tak jauh dari Pondok Mayit, adalah Pondok Angin yang juga merupakan pondok terakhir atau base camp pendaki. Tempat ini menyajikan pemandangan yang memukau karena letaknya yang berada di puncak bukit, sehingga kita dapat menyaksikan pemandangan alam pegunungan yang ada disekitarnya. Gemerlapnya kota Bondowoso dan Situbondo serta sambaran kilat jika kota itu mendung, menjadi fenomena alam yang sangat luar biasa. Namun, angin bertiup sangat kencang dan seperti maraung-raung di pendengaran. Karenanya gunung ini dinamakan Raung, suara anginnya yang meraung di telinga terkadang dapat menghempaskan kita didasar jurang yang terjal.

Sebelah barat yang merupakan perbukitan terjal itu adalah lokasi kerajaan Macan Putih, singgasananya Pangeran Tawangulun. Di sini, juga sering terengar derap kaki suara kuda dari kereta kencana. Konon, pondok Angin ini merupakan pintu gerbang masuk kerajaan gaib itu.

Konon, di perbukitan yang mengelilingi kaldera itulah kerajaan Macan Putih berdiri. Sebuah kerajaan yang berdiri saat gunung ini meletus tahun 1638. Pusatnya terletak di puncak Gunung Raung. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Pangeran Tawangulun. Beliau adalah salah-satu anak raja Kerajaan Majapahit yang hilang saat bertapa di gunung. Keberadaan kerajaan itu sedikit banyak masih memiliki hubungan yang erat dengan penduduk setempat. Misalnya bila terjadi upacara pernikahan di kerajaan, maka hewan-hewan di perkampungan banyak yang mati. Hewan-hewan itu dijadikan upeti bagi penguasa kerajaan.


Konon, menurut masyarakat setempat, seluruh isi dan penghuni kerajaan Macan Putih lenyap masuk ke alam gaib atau dikenal dengan istilah mukso. Dan hanya pada saat tertentu, tepatnya setiap malam jum’at kliwon, kerajaan itu kembali ke alam nyata.

Pangeran Tawangulun dipercaya merupakan salah satu suami dari Nyai Roro Kidul. Setiap malam jum’at itulah penguasa laut selatan mengunjungi suaminya. Biasanya, akan terdengar suara derap kaki kuda ditempat yang sakral. Suara tersebut berasal dari kereta kencana Sang Ratu yang sedang mengunjungi sang suami Pangeran Tawangulun. Bila mendengar suara tersebut lebih baik pura-pura tidak mendengar. Jika dipertegas, suara akan bertambah keras dan mungkin akan menampak wujudnya. Bila demikian, kemungkinan kita akan terbawa masuk ke alam gaib dan kemudian dijadikan abdi dalem kerajaan Macan Putih.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/04/24/misteri-gunung-raung/

Misteri Gunung Ciremei

Misteri Gunung Ciremei

Tempat – tempat yang kebetulan menjadi pos tetapi mempunyai nuansa mistik teramat kuat. Uniknya, tiap – tiap nama pos mempunyai latar belakang tersendiri serta berbeda antar satu dengan lainnya. Di antaranya adalah blok kuburan kuda. Di areal ini konon terdapat kuburan kuda milik tentara jepang. Kuda tersebut , biasa dipergunakan oleh para kempetai untuk mengontrol para pekerja rodi yang menanam kopi. Dan kuburan yang terletak di sebelah barat jalur pendakian, sampai sekarang masih ada dan dikeramatkan oleh penduduk setempat.

Blok papa tere lain lagi. Konon, dahulu di sini pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang anak yang dilakukan oleh ayah tirinya . Bermula, sang anak diajak oleh ayah tirinya untuk mendaki gunung Ceremai. Setibanya di tempai ini , sang ayah langsung menikam anaknya hingga tewas.

Sedangkan blok batu lingga merupakan tempat yang sangat disakralkan oleh penduduk setempat. Untuk itu, guna menghindari hal hal yang tak diinginkan maka para pendaki pun dilarang untuk menduduki sebuah batu besar atau berbuat yang tak senonoh di tempat ini. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya . Di dekat batu lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya. Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet.

Blok sangga buana, yang arti harfiahnya adalah penyangga bumi. Areal ini berfungsi untuk menahan aliran lahar bila gunung ceremai meletus. Maksudnya agar lahar tidak mengarah ke linggarjati, tetapi ketempat lain.

Dan akhirnya adalah blok pengsungan atau pengasinan tempatnya amat terbuka. Disini terdapat ladang yang tak pernah layu , edelweiss. Dari tempat ini kita dapat memandang lepas keindahan kota Cirebon serta pemandangan laut Jawa. Bukan hanya itu, disini juga kita bisa puas memandang keindahan matahari terbit . Jarang orang mengetahui jika tempati ini sejajar dengan puncak gunung Slamet yang ada di jawa tengah. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Sudah barang tentu, suara itu datang dari alam halus.

sumber : http://catros.wordpress.com/2007/04/19/misteri-gunung-ciremei/